Alasan kaum Yahudi Eropa menolak “pulang” ke Palestina adalah proses pembauran, yang di dalamnya mereka telah terlibat selama hampir seabad. Pembauran ini akibat tak terhindarkan dari diperolehnya persamaan hak dengan pemeluk Nasrani. Sebagaimana telah dicatat, kaum Yahudi adalah “warga negara kelas dua” selama Abad Pertengahan karena pembatasan-pembatasan yang dikenakan kepada mereka akibat kepercayaan agama mereka. Para pemimpin kaum Yahudi mengira bahwa mereka bisa mendapatkan kekuasaan politik, membuktikan bahwa kaum Yahudi itu kaum pilihan, dan pulang ke Palestina jika pembatasan-pembatasan itu dapat disudahi. Karena itu, mereka telah berupaya menghancurkan sistem feodal Katolik di Eropa, juga telah berperan penting dalam keruntuhan Katolik Eropa dan pengenalan ke zaman modern.
Akan tetapi, zaman modern berpengaruh yang tak dibayangkan sebelumnya oleh kaum Yahudi. Dengan menurunnya peran agama di masyarakat Eropa dan penghapusan pembatasan-pembatasan terhadap kaum Yahudi, dasar kerekatan Yahudi, maupun kunci penolakan Yahudi terhadap pembauran, ikut memudar. Di saat ini, kaum Yahudi mulai berbaur, menjadi bagian masyarakat Eropa tempat mereka tinggal. Sambil memperoleh persamaaan hak, orang-orang Yahudi juga melepaskan jatidiri keyahudiannya. Pada akhir abad ke-19, mayoritas kaum Yahudi di negara-negara Barat mulai menganggap diri orang Jerman, Perancis, atau Inggris yang beriman Yahudi, bukan suatu bangsa tersendiri.
Di sisi lain, pemikiran kaum Zionis amatlah berbeda. Menurut teori Zionis, menjadi seorang Yahudi bukan semata urusan agama: itu sebuah urusan ras. Ras Yahudi sebenarnya amat berbeda dari bangsa Eropa; mereka kaum Semit dan tak hendak berbaur. Di mata Zionis, mengaku sebagai Yahudi Jerman atau Yahudi Perancis itu tak masuk akal. Orang Yahudi berbeda dari ras mana pun, Eropa maupun bukan, tanpa memandang apakah beragama ajaran Musa atau ateis. Karena itu, merupakan suatu penyakit bagi orang Yahudi untuk bergaul dan berbaur dengan ras lain. Kaum Yahudi memerlukan suatu negara sendiri, dan negara ini harus di Palestina, kampung halaman turun-temurun ras Yahudi.
Singkatnya, orang-orang Yahudi yang berbaur adalah penderita sakit yang memerlukan pertolongan. Orang Yahudi seperti itu, yang teracuni kenyamanan hidup zaman modern dan menganggap diri tidak berbeda dari ras-ras lain yang menghuni Eropa, harus disembuhkan sesegera mungkin. Jika tidak, impian tentang sebuah negara Yahudi akan tetap tinggal impian.
Namun, bagaimana cara menyembuhkan orang-orang Yahudi itu? Para pemimpin Zionis segera menyadari bahwa tugas ini suatu tugas yang sulit, sebab kaum Yahudi pembaur (asimilasionis) menentang keras Zionis. Kebanyakan organisasi Yahudi pembaur mengeluarkan pernyataan yang keras menolak pernyataan-pernyataan kaum Zionis. Mereka menyatakan bahwa masyarakat mereka Yahudi hanya dari segi agama, bahwa kaum Yahudi warga yang setia kepada negara tempat mereka tinggal, dan akhirnya, bahwa mereka tak berkeinginan pulang ke gurun-gurun pasir Palestina. Di saat Theodor Herzl memimpin propaganda kaum Zionis di Eropa, sebuah konperensi diselenggarakan di Pittsburgh, Amerika Serikat, yang menerbitkan sebuah deklarasi yang disebut “Eight Principle of Reform Judaism” (Delapan Prinsip Yudaisme Reformasi). Kaum Yahudi pembaur di Amerika menarik perhatian dunia bahwa mereka menganggap diri pemeluk suatu agama, dan bukan anggota sebuah bangsa yang terpisah. Karena itu, mereka tak berniat pulang ke Yerusalem maupun membangun kembali agama persembahan Bani Harun. Mereka tidak mendukung sebuah negara Yahudi baru.
Setelah beberapa deklarasi serupa mengikuti, para Zionis menyadari bahwa mereka tak akan mampu mengalahkan kaum Yahudi pembaur hanya dengan kata-kata.
Namun, bagaimana bisa dibuktikan bahwa kaum Yahudi sebenarnya suatu ras yang berbeda dengan ras-ras lain, dan bahwa mereka sungguh-sungguh orang asing di Eropa? Sebelum zaman modern, pertanyaan ini terjawab dengan sendirinya. Bangsa Eropa, disebabkan kepercayaan agamanya, bersikap memusuhi kaum Yahudi yang akibatnya, secara tak langsung, membantu mempertahankan jatidiri kaum Yahudi.
Masyarakat Eropa turun-temurun menentang pembauran dengan kaum Yahudi, dan akibatnya pembauran terhalangi. Namun, di masa kini, karena kemajuan zaman telah mendesak agama keluar dari kehidupan masyarakat, sulit menciptakan pembatasan-pembatasan, atau mengarahkan kebencian berdasarkan fanatisme agama, terhadap kaum Yahudi.
0 Response to "Pembauran: Sebuah Masalah Bagi Gerakan Zionisme"
Post a Comment