Perilaku ekonomi yang khas dari rumah tangga di pedesaan yang berorientasi pada kemampuan merupakan akibat dari kenyataan bahwa, berbeda dari satu perusahaan kapitalis, ia sekaligus merupakan satu unit konsumsi dan unit produksi. Agar bisa bertahan sebagai satu unit, maka keluarga itu pertama-tama harus memenuhi kebutuhannya sebagai konsumen yang boleh dikatakan tak dapat dikurangi lagi dan tergantung kepada besar kecilnya keluarga itu. Memilih kebutuhan-kebutuhan manusiawi yang minimum itu dengan cara yang dapat diandalkan dan mantap merupakan kriterium sentral yang menjalin soal-soal seperti memilih bibit, teknik bercocok tanam, penentuan waktu dan rotasi tanam. Bagi mereka yang hidup dekat dengan batas untuk pemenuhan kebutuhan hidup, akibat dari suatu kegagalan adalah begitu rupa, sehingga mereka lebih mengutamakan apa yang dianggap aman dan dapat diandalkan dari pada keuntungan yang dapat diperoleh dalam jangka panjang. Banyak hal yang kelihatannya ganjil dalam perilaku ekonomi petani bersumber pada kenyataan bahwa perjuangan untuk memperoleh hasil yeng minimum bagi masyarakat berlangsung dalam kekurangan tanah, modal, dan lapangan kerja di luar. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh A. V. Chayanov dalam Scott (1989:19) dalam studinya yang klasik tentang petani-petani kecil di Rusia, konteks yang terbatas itu kadang-kadang memaksa petani untuk melakukan pilihan yang tak masuk akal jika dilihat dari segi ketentuan-ketentuan pembukuan yang lazim Keluarga-keluarga petani yang harus hidup dari hasil lahan-lahan yang kecil di daerah-daerah yang terlalu padat penduduknya akan bekerja keras dan lama secara tak terbayangkan untuk memperoleh tambahan yang bagaimanapun kecilnya dari produksi mereka – jauh melampaui titik di mana seorang kapitalis yang hati-hati tidak akan bersedia melangkah lehih lanjut. Chayanov menamakan hal itu “self-exploitation” atau swa-pacal.
Oleh karena tenaga kerja sering kali merupakan satu-satunya faktor produksi yang dimiliki petani secara relatif melimpah, maka ia akan terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan yang melakukan banyak kerja dengan hasil yang sangat kecil, sampai kebutuhan-kebutuhan subsistensinya terpenuhi. Hal itu bisa berupa perubahan tanaman atau teknik atau pemanfaatan waktu senggang dengan membuat barang-barang kerajian tangan, menjadi tukang, atau berjualan di pasar, yang mendatangkan hasil yang kecil sekali, akan tetapi boleh dikatakan hanya dengan cara cara itulah mereka dapat memanfaatkan kelebihan tenaga kerja.
Ghayanov dalam Scott (1989 : 20) menunjukkan bagaimana, pada satu keluarga yang jumlah anggotanya tidak berubah, proporsi waktu dalam satu tahun yang digunakan untuk membuat barang-barang kerajinan tangan dan untuk bekerja sebagai tukang semakin besar, apabila lahan yang tersedia untuk keluarga itu semakin berkurang. Kuatnya peranan tradisional dari pekerjaan kerajian tangan dan pertukangan di daerah-daerah yang kekurangan tanah seperti Burma Hulu, Annam, dan Tonkin, serta adanya pola berjualan secara kecil-kecilan dikalangan petani Jawa, adalah sesuai dengan tata hubungan itu.
Untuk menjamin bagi diri mereka satu subsistensi pokok, satu orientasi yang harus memusatkan segenap perhatian terhadap kebutuhan hari ini saja tanpa memikirkan hari esok, maka petani kadang-kadang terpaksa harus menggadaikan masa depannya sendiri, satu panen yang gagal dapat memaksa mereka untuk menjual seluruh atau sebagian dari tanah mereka yang sudah kecil itu atau hewan penarik bajak mereka. Apabila kegagalan mereka itu meliputi daerah yang luas, mereka harus menjual dalam suasana panik dan dengan harga yang sangat rendah. Akibatnya bisa tragis dan sekaligus tak masuk akal.
Studi Moerman dalam Scott (1999, 34) tentang pertanian pedesaan disebuah desa di Muanthai Utara memberikan salah satu bukti yang paling meyakinkan bahwa petani lebih mengutamakan subsistensi daripada keuntungan. Penduduk desa Ban Ping merupakan semacam kasus dari buku pelajaran, oleh karena kehidupan mereka untuk sebagian besar terbagi antara dua bidang sawah, yang satu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan subsistensi, sedangkan yang satu lagi “didominasi oleh hasrat memperoleh keuntungan.” Sawah besar dekat desa khusus ditanami padi untuk dimakan. Beras ketan yang disukai penduduk desa disebut “beras pangan” dan disawa besar itu tiap keluarga mendapat jatah sebidang lahan yang dalam keadaan normal menghasilkan padi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sepanjang tahun. Di sawah besar hanya digunakan teknik membajak yang tradisional dan ini berarti biaya tanam cukup rendah untuk dapat dipikul oleh tiap keluarga.
Menurut Chayanov,(1991 ; 22) agaknya sekitar lima puluh tahun yang lalu sifat-sifat khas dari perilaku ekonomi petani itu telah membantah kebenaran asumsi-asumsi ilmu ekonomi klasik tentang perilaku rasional. Namun sekarang, perilaku ekonomi petani yang sedemikian itu telah dapat dipahami secara lebih baik sebagai satu kasus khusus dari apa yang dapat diramalkan oleh teori mikroekonomi yang baku. Bahwa orang tetap menggunakan tenaga kerjanya di bidang pertanian dan kerajinan tangan, umpamanya merupakan akibat dari opportunity cost atau tingkat kesempatan tenaga kerja yang rendah bagi petani (artinya sedikit sekali kesempatan kerja di luar) dan marginal utility atau guna batas yang tinggi dari penghasilan bagi orang-orang yang hidup dekat tingkat batas subsistensi.
0 Response to "Kegiatan Usaha Tani Keluarga"
Post a Comment