Berita Hangat Hari Ini

BUSANA MUSLIM: KONSUMSI


Sebagai kelompok yang memakai busana Muslim, pendapat-pendapat orang yang mengonsumsikan busana Muslim penting. Supaya mengerti mengapa perempuan berbusana Muslim, dan apa pendapatnya terhadap berbusana Muslim dalam konteks agama, sosial, ekonomi dan politik di Indonesia, para Mahasiswi di Kampus Universitas Muhammadiyah diteliti. 



Kampus Universitas Muhammadiyah 



Kebanyakan mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang Kampus Tiga berjilbab[1]. Muhammadiyah adalah salah satu dari dua organisasi Islam yang paling populer di Indonesia (yang lain adalah Nahdlatul Ulama). Walaupun tidak wajib beragama Islam kalau berkuliah di Universitas Muhammadiyah, tetapi mayoritas mahasisiwnya adalah Islam. 



Untuk penelitian ini, dua puluh mahasiswi yang biasanya berjilbab diminta mengisi kwesioner tentang busana Muslim. Mahasiswi dipilih dari kampus Muhammadiyah karena organisasi ini mewakili Islam modern di Indonesia. Mahasiswi antara umur lima belas sampai dua puluh empat tahun diberi kwesioner karena kelompok ini biasanya kelompok yang paling mengonsumsi kebudayaan populer di Indonesia. Sebagai mahasiswi, mereka bisa dianggap sebagai perempuan yang berpendidikan dan dari golongan menengah ke atas. 



Di antara semua responden, kebanyakan berjilbab sejak SMP atau SMA dan hanya dua dari dua puluh berjilbab sejak Sekolah Dasar. Ketika ditanya tentang apakah dirinya sebagai Muslimah yang taat, sebagian besar menjawab ya, tetapi hampir seperempat menjawab tidak. Alasan-alasan mereka bermacam-macam, misalnya beberapa menulis bahwa mereka mencoba memenuhi perintah-perintah Islam dan menghindari larangan supaya menjadi Muslimah yang taat. Di sisi lain, ada seorang responden yang bilang dia bukan Muslimah yang taat karena dia kadang-kadang keluar rumahnya tanpa jilbab dan dia menyimpang dari perintah Islam. 



Mereka berjilbab karena beberapa alasan. Karena mau melindungi sendiri dari hal-hal yang tidak baik dan pergaulan bebas, agar terlihat anggun dan rapi, karena kewajiban, karena perintah oleh Tuhan, supaya tidak diganggu oleh laki-laki dan karena berjilbab nyaman dan aman. Beberapa responden mengatakan bahwa kondisi mereka lebih baik daripada sebelum berjilbab, dan bahkan laki-laki lebih menghormati perempuan yang berjilbab. 



Waktu mulai berjilbab, setiap responden didukung oleh keluarganya untuk keputusannya. Pada umumnya, teman-teman mendukung putusan ini juga, tetapi ada beberapa responden yang teman-temanya agak kaget dan heran ketika mulai berjilbab. Ada teman yang bilang lebih cantik kalau berjilbab, ada yang tertawa kepada responden yang berjilbab. Juga ada yang kaget karena sebelumnya perempuan seperti tomboy (gadis kelaki-lakian). 



Ketika ditanya, ‘tentang apa fungsi atau makna berjilbab bagi dirinya’? Ada yang mengatakan ‘untuk menutupi aurat', tetapi ada beberapa jawaban yang lain. Sekali lagi, alasan kewajiban ditulis, dan juga supaya tidak diganggu oleh laki-laki. Salah satu responden menulis bahwa artinya dalam hati berjilbab untuk dia adalah supaya dia bisa menjadi dia biasa. Responden lain bilang berjilbab kewajiban supaya menghindari nafsu, dan yang lain lagi bilang dia berjilbab karena mempercantik diri. 



Ada beberapa kata-kata yang populer ketika ditanya ‘bagaimana rasanya pada saat berjilbab?’ Mereka mengatakan, senang, tenang, nyaman dan aman kata-kata yang paling populer, tetapi damai, enak, bahagia dan 'asyik-asyik aja!' diucapkan juga. Kata-kata ini dipakai untuk menggambarkan mengapa jilbab dipakai. Responden berpikir pada saat berjilbab mereka dihormati oleh laki-laki, mereka merasa lebih dekat kepada Tuhan, dan kalau berjilbab lebih mudah untuk mengatur perilaku. Tetapi juga ada responden yang percaya sebagai orang muda yang berjilbab, ada beberapa orang-orang tua yang berpikir orang muda berjilbab hanya supaya mengikuti tren. 



Kebanyakan responden mempunyai lebih dari lima belas jilbab - bahkan hanya ada satu yang mempunyai kurang dari lima jilbab dan ada dua responden yang mempunyai lebih dari tiga puluh lima. Dari semua responden, hanya tiga tidak senang berbelanja dan mencoba gaya berjilbab yang baru. Dari responden yang lain, ide-ide untuk gaya baru diambil dari majalah atau tabloid (misalnya Nurani, Aura, Nova, Gadis dan Muslimah), orang terkenal, teman, dari ciptakan sendiri, dan televisi atau toko busana Muslim. Semua sumber ini ternyata pilihan yang populer tetapi yang paling populer adalah gaya-gaya dari majalah dan tabloid. 



Faktor-faktor yang mendorong berjilbab kebanyakan faktor pribadi, keluarga dan teman, lingkungan masyarakat dan supaya memenuhi perintah Islam. Juga ada responden yang punya faktor-faktor seperti supaya menjadi lebih anggun dan rapi, dari saranan orang tua, lingkunan sekolah. Hanya ada satu responden yang menganggap menjadi lebih dekat kepada Tuhan dan supaya menjadi orang yang lebih baik sebagai faktor pendorong untuk berjilbab. Ada satu responden yang berjilbab untuk beberapa alasan, tetapi salah satu alasan supaya bisa dilihat sebagai perempuan (sebelum berjilbab, pertama kali orang mengenal dia, mereka pikir dia adalah laki-laki). Setiap responden meyakini berjilbab kewajiban dari Al-Qur'an. 



Hampir setiap reaksi responden terhadap Muslimah yang berjilbab tetapi pakaiannya ketat adalah reaksi yang negatif. Beberapa menulis bahwa praktek itu tidak baik karena tuntunan Islam berkata bahwa tidak boleh menunjukkan lekuk badan, tetapi kalau berpakaian dengan ketat, lekuk badan bisa dilihat. Yang juga ditulis bahwa busana ketat sambil berjilbab perilaku yang abnormal, dan sama saja memakai topi karena sebenarnya tidak menutupi aurat kalau bisa melihat lekuknya. Ada pendapat dari responden bahwa praktek ini bukan tentang agama, tentang tren dan mode saja. Mereka merendahkan diri kalau memakai pakaian ketat. Akan tetapi, ada beberapa responden yang tidak punya pendapat yang begitu negatif terhadap perempuan yang berjilbab tetapi pakaiannya ketat. Salah satu responden mengucapkan bahwa terserah orang sendiri kalau mau pakaian ketat tetapi masih kurang baik. Ada beberapa lagi yang berpikir bahwa perilaku tergantung pada perasaan orang sendiri - kalau tidak menganggu orang lain tidak apa-apa. Seorang responden percaya bahwa kalau bagian proses belajar cara dan perjalanan berjilbab, tidak apa-apa. 



Setiap responden sangat sadar tentang keadaan agama Islam terhadap masyarakat Barat (misalnya Amerika Serikat, Australia dan negara-negara di Eropa). Walaupun persepsi terhadap negara-negara Barat berbeda dari yang positif sampai yang negatif. Ada beberapa responden yang mempercayai persepsi orang-orang Barat kepada orang Islam yang berjilbab positif - yaitu mereka menghormati orang Islam, atau mereka lebih nyaman dengan agama Islam sekarang daripada masa lalu. Kebanyakan responden berpikir bahwa masyarakat dan pemerintah di negara-negara Barat tidak menghormati Islam, dan mereka tidak menghormati gaya hidup, HAM (hak-hak asasi manusia), nilai-nilai dan tujuan Islam. Salah satu responden mengucapkan negara Perancis sebagai contoh - di sana dilarang memakai jilbab. Beberapa responden lagi menyebut tidak boleh berjilbab di sekolah-sekolah di negara-negara Barat. 



Kebanyakan responden percaya bahwa Westernisasi sudah terjadi di Indonesia. Mereka memberi pergaulan bebas, narkoba, busana ketat, musik dari Barat jadi populer, gaya berbicara, diskotek dan minuman keras sebagai contoh-contoh kedatangan Westernisasi di Indonesia. 



Sesudah kwesioner ini diambil dari para mahasiswi, lima mahasiswi lagi diwawancarai tentang pendapat dan pengalaman mereka supaya mendapat pengertian yang lebih dalam dari seorang yang berbusana Muslim. Yang berikutnya adalah profil kecil dari responden wawancara itu. 

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "BUSANA MUSLIM: KONSUMSI "

Post a Comment