Saat pertama mendengar pernyataan kami tentang kaitan antara Zionisme (yang sering digambarkan sebagai nasionalisme Yahudi) dan rasisme Jerman (yang mengandung kebencian anti-Yahudi), orang mungkin akan beranggapan bahwa pertalian seperti itu suatu pertentangan. Akan tetapi, dengan penjelasan beberapa halaman terdahulu, ada suatu kemiripan yang benar-benar masuk akal di antara keduanya. Pada tahun 1925, Jacob Klatzkin, seorang ahli teori gerakan Zionis, memaparkan segenap akibat pendekatan Zionis pada anti-Semitisme.
Jika kita tidak mengakui kebenaran anti-Semitisme, kita menyangkal kebenaran nasionalisme kita sendiri. Jika kaum kita berhak dan rela berada di dalam kehidupan nasionalnya sendiri, maka kaum kita adalah sebuah benda asing yang menusuk ke dalam bangsa-bangsa di antara siapa kaum kita tinggal, suatu benda asing yang menuntut jatidiri tersendiri, mengurangi ruang hidup bangsa-bangsa itu. Oleh karena itu, benarlah jika mereka mesti melawan kita demi kesatuan nasional mereka... Daripada membina masyarakat demi melawan para anti-Semit, yang ingin mengurangi hak-hak kita, kita mesti membina masyarakat demi melawan para sahabat kita (yakni, para Yahudi pembaur) yang ingin membela hak-hak kita.
Empati kaum Zionis pada anti-Semitisme cukup luas dalam WZO, inti gerakan kaum Zionis. Chaim Weizmann, pemimpin legendaris WZO kedua setelah Herzl, dan lalu presiden pertama Israel, kerap menyatakan pemahamannya akan anti-Semitisme. Sebagaimana ditulis Brenner:
Semenjak 18 Maret 1912, ia telah tanpa malu-malu berkata kepada penduduk Berlin bahwa “setiap negara hanya dapat menyerap sejumlah terbatas kaum Yahudi, jika tak ingin perutnya sakit. Jerman telah memiliki terlalu banyak kaum Yahudi”. Dalam percakapannya dengan Balfour [menteri luar negeri Inggris] di tahun 1914, ia meneruskan lebih lanjut dengan menyatakan bahwa “kami juga bersepakat dengan para anti-Semit budaya, sejauh kami percaya bahwa orang-orang Jerman yang beragama Musa itu sebuah gejala yang tak diinginkan dan mematahkan semangat.”
Watak WZO itu juga dimiliki cabangnya di Jerman, Zionistiche Vereinigung für Deutchland (ZVfD, Federasi Zionis Jerman). ZVfD adalah satu dari dua organisasi Yahudi utama pada masa itu. Sedangkan Centralverein (CV, Persatuan Pusat Warga Jerman Beragama Yahudi) adalah organisasi utama Yahudi pendukung pembauran.
Secara alamiah, ZVfD dan CV tidak bersepakat dalam aneka persoalan. Misalnya, satu pihak sangat yakin bahwa menjadi seorang Yahudi itu masalah ras, sementara yang lain menganggap kaum Yahudi hanya masyarakat agama. Tentu saja, bidang utama pertengkaran adalah anti-Semitisme. Bagi para pembaur di CV, anti-Semitisme itu ancaman utama. Mereka melakukan semua yang mereka mampu untuk membasmi virus yang mengancam kehidupan tenteram mereka ini. Sebaliknya, para Zionis, yang menganggap pembauran virus yang sebenarnya, amat senang dengan anti-Semitisme. Brenner menulis bahwa Kurt Blumenfeld, ketua dan mantan sekretaris jenderal ZVfD, sungguh-sungguh percaya pada pernyataan kaum anti-Semit bahwa negara Jerman milik ras Arya dan bahwa bagi seorang Yahudi untuk berjabatan di pemerintahan di tanah kelahirannya ini tak lebih daripada campur tangan dalam urusan Volk (bangsa) lain.
Sejak awal tahun 1920-an, anti-Semitisme Jerman dijelmakan oleh kaum Nazi, yang telah menjadi sebuah kekuatan di seluruh Jerman. Pada tahun 1923, Hitler telah mendapat suatu dukungan yang cukup besar dari kalangan rasialis dan nasionalis Jerman yang lebih keras dan siap, termasuk banyak orang, di antaranya Hitler sendiri, yang telah ditempa dalam pertempuran-pertempuran berat Perang Dunia I. Mereka itu, yang ditata untuk perang jalanan ke dalam SA (SturmAbteilung, Pasukan Badai), terbukti menjadi kekuatan yang mampu melawan milisi-milisi musuh Nazi (kaum komunis, sosialis, liberal dll) sementara jalinan Republik Weimar mulai koyak.
Perselingkuhan di antara kedua pihak bermula pada saat gerakan Nazi muncul. Kaum Zionis terus-menerus memberi perhatian kepada kaum Nazi, tak kurang daripada kepada para anti-Semit lainnya. Hitler juga mengirimkan pesan terukur kepada pihak Zionis. Sebagaimana ditekankan Nicosia, pidato-pidato Hitler di awal tahun 1920 menyatakan bahwa satu-satunya pemecahan yang mungkin bagi masalah Yahudi adalah pendepakan semua orang Yahudi dari Jerman. Gagasan-gagasan Hitler agak berbeda dari pemikiran-pemikiran para anti-Semit yang abai dan kasar yang hanya tahu bagaimana menyelenggarakan pogrom. Pada tanggal 6 April di Munich, Hitler menyatakan lagi bahwa Nazi harus memusatkan upayanya pada pengusiran sepenuhnya kaum Yahudi dari Jerman daripada menanamkan suasana pogrom terhadap masyarakat Yahudi. Lebih lagi, ia berpendapat bahwa segala cara demi tujuan ini dapat dibenarkan “bahkan jika kita harus bekerjasama dengan Iblis”, sebuah rujukan kepada kaum Zionis. Pada tanggal 29 April, Hitler menyimpulkan ”Kita akan terus berjuang hingga orang Yahudi terakhir dikeluarkan dari Reich Jerman”. Dalam surat tanggal 16 September 1919-nya yang terkenal, Hitler menulis:
Anti-Semitisme, yang murni berdasarkan pada emosi, akan selalu menjelma berbentuk pogrom. Akan tetapi, suatu anti-Semitisme rasional harus mengarah ke perjuangan resmi yang terencana baik untuk melawan dan melenyapkan hak-hak khusus kaum Yahudi yang mereka, tidak seperti orang asing lainnya yang hidup di tengah-tengah kita, miliki. Tujuan gerakan harus semata-mata mengenyahkan semua orang Yahudi.
Pengusiran kaum Yahudi dari Jerman yang dianjurkan Hitler juga didukung oleh Alfred Rosenberg, ideolog Nazi terkemuka. Rosenberg menjadi penyeru utama bagi persekongkolan dengan para Zionis guna mencapai tujuan-tujuan Nazi. Dalam buku Die Spur des Juden im Wandel der Zeiten (Jejak Kaum Yahudi Sepanjang Masa) yang ditulis tahun 1919 dan diterbitkan tahun 1920, Rosenberg menyimpulkan “Zionisme harus didukung sepenuh hati untuk mendorong sejumlah besar orang Yahudi Jerman pergi ke Palestina atau tujuan lainnya.” Sebagaimana dijelaskan Nicosia, pendapat Rosenberg bahwa gerakan Zionis dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemisahan kaum Yahudi di Jerman secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya, maupun pemindahan mereka, pada akhirnya diwujudkan menjadi kebijakan oleh rejim Hitler.
Tahun 1933 gerakan Nazi, yang diilhami oleh rasialisme dan anti-Semitisme Jerman, meraih kekuasaan dengan memanfaatkan faktor-faktor seperti depresi ekonomi yang berawal di tahun 1929, kelemahan Republik Weimar, dan penderitaan sosial dan politik rakyat Jerman. Kemenangan Nazi menggembirakan kaum Zionis tidak kurang daripada seakan mereka sendiri yang meraih kekuasaan.
0 Response to "Perselingkuhan Para Zionis dengan Nazisme"
Post a Comment