Berita Hangat Hari Ini

Kompetensi Peradilan Agama dalam Menangani Sengketa Syariah

Dr. Drs. Dadan Muttaqien, S.H., M.Hum.
Pendahuluan

Sejak pertama kali muncul pada awal 1990-an hingga saat ini, perbankan syariah sebagai salah satu wujud aktualisasi aktivitas ekonomi umat Islam Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Sampai dengan Juni 2010, perbankan syariah telah mencapai pangsa pasar sebesar 2,8% dari total industri perbankan di tanah air dengan pertumbuhan mencapai 34% atau lebih besar dari pertumbuhan global yang mencapai 15-20% (Republika, 2/9/2010).

Pertumbuhan perbankan syariah ini mengindikasikan potensi berkembangnya permasalahan seputar transaksi keuangan di bidang syariah maupun persoalan hukum lainnya. Seiring perkembangan tersebut, tentunya kompetensi pengadilan yang secara khusus menangani berbagai kasus atau permasalahan hukum di bidang perbankan syariah secara khusus dan ekonomi syariah secara umum, menjadi mutlak diperlukan. Namun demikian, masih terdapat sejumlah catatan yang perlu menjadi perhatian berbagai pihak, diantaranya masih terbatasnya SDM dengan memiliki kompetensi memadai dalam menyelesaikan kasus-kasus Perbankan Syariah yang siap pakai dan permasalahan hukum terkait penyelesaian sengketa syariah tersebut.

Keterbatasan SDM ini antara lain dapat dilihat dari penolakan pengajuan perkara terkait perbankan syariah oleh pengadilan yang belum lama ini terjadi. Penolakan ini tentu saja merupakan pukulan telak bagi Mahkamah Agung karena menunjukkan belum maksimalnya pemahaman hakim terkait kompetensi hukum yang melekat pada dirinya sekaligus indikasi masih lemahnya fungsi sosialisasi hukum di lembaga sekelas Mahkamah Agung. Hal ini juga menunjukkan pentingnya penguatan kompetensi hukum mahasiswa Hukum Islam di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Adapun terkait permasalahan hukum, tergambar persoalan mendasar berupa kerancuan wewenang akibat munculnya UU tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengakibatkan munculnya dua peradilan, yaitu peradilan agama dan peradilan umum sebagai peradilan yang berhak menyelesaikan sengketa syariah. Persoalan pada kerancuan wewenang kehakiman terkait perbankan syariah inilah yang akan menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Topik ini diangkat mengingat implikasi hukum yang timbul sekaligus dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada mahasiswa Hukum Islam terkait persoalan hukum yang saat ini masih menjadi perdebatan.
Konteks Kepentingan Kompetensi Peradilan Agama

Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang eksistensinya diatur dalam Pasal 24 Bab IX Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Pasal 24:

(1) Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Dalam operasionalnya, peradilan agama diatur oleh Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Kompetensi peradilan agama secara tegas diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, sbb:

Pasal 49:

Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.

Penjelasan Pasal 49 berbunyi:

Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syari’ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari’ah lainnya.

Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini.

Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Untuk dapat terwujudnya menegakkan hukum dan keadilan maka diperlukan kepastian hukum, dalam hal ini tentang kompetensi peradilan agama, baik yang berkaitan dengan Subjek hukum maupun objek hukumnya.

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Kompetensi Peradilan Agama dalam Menangani Sengketa Syariah"

Post a Comment