Berita Hangat Hari Ini

PROSES TRANSFORMASI STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA


Perkembangan ekonomi Indonesia selama masa 25 tahun berselang diteroping dari sudut pandang tentang pembangunan ekonomi sebagai proses transisi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh transformasi multidimensional dan menyangkut perubahan pada struktur ekonomi. Akan ditinjau beberapa pokok dalam perubahan struktur selama lima tahap Pelita (Pembangunan Jangka Panjang Tahap I).
(Soemitro Djojohadikusumo, 1993).

1.      Proses Akumulasi Sumber Daya Produksi
·         Sumber dayaproduksi adalah aset-aset produktif atau faktor-faktor produksi (Tanah, tenaga kerja, kapital produksi (output) diperlukan peningkatan atau tambahan faktor-faktor produksi (input).
·         Akumulasi menyangkut proses pembinaan sumber daya produksi (produktive resources) untuk meningkatkan kemampuan berproduksi secara kontinu. Selama masa pembangunan 25 tahun telah terjadi akumulasi sumber daya produksi dalam jumlah yang besar dan sangat berarti.
·         Indikator adanya akumulasi sumber daya produksi :
1)      Produk domestik bruto (PDB, GDP) secara riil meningkat 4 kali lipat. Tingkat hidup rata-rata (GDP per kapita) meningkat 2,5 kali lipat.
2)      Keberhasilan penyediaan pangan : Pelita I sebagai negara pengimpor beras terbesar, sedangkan akhir  Pelita III sudah mencapai swasembada beras.
3)      Keberhasilan melaksanakan Program Keluarga Berencana (KB) : dari Pelita I – Pelita V (25 tahun) tingkat pertambahan penduduk turun dari 2,5% menjadi 1,7%.
4)      Pertumbuhan ekonomi menunjukkan trend meningkat: meskipun lajunya mengalami siklus naik-turun. Secara rata-rata diperkirakan masih 6,8% setahun.
5)      Investasi rata-rata per tahun meningkat: dalam Pelita I rata-rata 15% (dari PDB), sedang dalam Pelita V rata-rata mencapai 33%.

·         Kelemahan/ kekurangan yang menyertai proses akumulasi :

1)      Pelaksanaan Investasi modal kurang efisien dan efektif : nisbah tambahan investasi  terhadap tambahan hasil (ICOR = Incremental Capital Output Ratio) selama 10 tahun (1984-1993) angkanya terlalu besar, yaitu 5 (investasi rata-rata 33,4%, laju pertumbuhan ekonomi 6,8% sehingga ICOR = 33,4 : 6,8 = 4,9 atau dibulatkan 5).
Ø  Memang benar bahwa dalam proses pembangunan investasi untuk infrastruktur bersifat slow vielding dan low vielding, tetapi sebagian pemborosan karena kelemahan teknis dalam perencanaan, penyelenggaraan dan perawatan proyek-proyek investasi serta kelemahan institusional (organisasi) seperti penyimpangan, penyelewenanga. Jadi inefisiensi karena terjadinya mismanagement

2)      Terjadi saving-investment gap
Besarnya investasi tidak diimbangi oleh tabungan nasional yang memadai, tingkat investasi melampaui tingkat tabungan. Selama Pelita V tingkat investasi 33,4%, sedangkan tingkat tabungan nasional hanya 29,9% (dari PN).
Ø  Kekurangan dana untuk investasi sebesar 3,5% (33,4%  - 29,9%) harus ditutup dengan pemasukan modal dari luar negeri.
Ø  Masalah di atas menunjukkan pentingnya usaha untuk meningkatkan tabungan nasional dengan disertai upaya untuk menurunkan angka ICOR.

3)      Adanya Perbedaan laju pertumbuhan sektor pertanian dan laju pertumbuhan sektor industri
Secara menyeluruh laju pertumbuhan ekonomi selama Pelita V mencapai 6,8 per tahun, dimana laju pertumbuhan sektor pertanian hanya 2,7% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan sektor industri mencapai 11% per tahun.
Ø  Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas dan pendapatan riil di sektor industri lebih besar sekitar 4 kali lipat daripada sektor pertanian.
Ø  Tanpa intervensi aktif dari pihak kebijaksanaan negara, ketimpangan itu cenderung berlangsung terus, bahkan akan menjadi semakin besar.

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to " PROSES TRANSFORMASI STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA "

Post a Comment