Berita Hangat Hari Ini

Peranan pendidikan kewarganegaraan dalam era globalisasi

Kealan dan Zubaidi (2007) menyebutkan bahwa syarat-syarat utama berdirinya suatu Negara merdeka adalah harus ada wilayah tertentu, ada rakyat yang tetap dan ada pemerintahan yang berdaulat. Ketiga syarat ini merupakan kesatuan yang tidak dapatdipisahkan. Tidak mungkin suatu Negara berdiri tanpa memiliki pemerintahan yangberdaulat secara nasional, dan bilamana itu terjadi, maka Negara itu belum dapat disebut

sebagai sebuah Negara merdeka. Lebih lanjut, Kealan dan Zubaidi (2007) mendefinisikan warga Negara sebagai rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan Negara.

Dalam hubungan antara warga Negara dan Negara, warga Negara mempunyaikewajiban-kewajiban terhadap Negara dan sebaliknya warga Negara juga mempunyaihak-hak yang harus diberikan dan dilindungi oleh Negara.Dalam konteks hak dan kewajiban warga Negara ini adalah adanya hak dan kewajiban bela Negara. Pembelaan Negara atau bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga Negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara (Kaelan dan Zubaidi, 2007:120). Dan, bela Negara bagi warga Negara Indonesia adalah usaha pembelaan Negara dilandasi oleh kecintaan terhadap tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar Negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi Negara.

Wujud dari usaha bela Negara dalam konteks ii adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga Negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan Negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah nusantara dan yurisdiksi nasiona serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan Pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 termaktub bahwa usaha bela Negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga Negara. Hal ini menunjukkan adanya asas demokrasi dalam pembelaan Negara yang dicerminkan dalam dua pengertian usaha pembelaan Negara, yaitu (i) setiap warga Negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan Negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku, serta (ii) bahwa setiap warga Negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan Negara sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.

Usaha pembelaan Negara bertumpu pada kesadaran setiap warga Negara akan hak dan kewajibannya. Kesadarannya demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan Negara. Proses motivasi untuk membela Negara dan Bangsa akan berhasil jika setiap Warga Negara memahami keunggulan dan kelebihan Negara dan bangsanya. Disamping itu setiap warga Negara hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan Negara Indonesia. Dalam hal ini terdapat beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan motivasi setiap warga Negara untuk ikut serta membela Negara Indonesia, diantaranya :(i) pengalaman sejarah perjuangan RI, (ii) kedudukan wilayah geografis nusantara yang strategis, (iii) keadaan penduduk (demografi) yang besar, (iv) kekayaan sumberdaya alam, (v) perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan, dan (vi) kemungkinan timbulnya bencana perang.

Globalisasi yang demikian cepat hadir dan bercengkerama dengan kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini tentu membawa angin perubahan terhadap kondisi kemasyarakatan di masa mendatang. Kecepatan arus informasi dalam mendistribusikan opini dan berita publik telah sedemikian cepatnya merubah pandangan dan wawasan seseorang. Keterbatasan jarak dan waktu dewasa ini telah dapat dipangkas secara cepat, sehingga mempermudah arus migrasi barang dan jasa maupun manusia telah sedemikian rupa menjamah ranah sosial antar warga Negara di dunia, sehingga proses akulturasi menjadi sebuah keniscayaan yang terjadi dewasa ini.

Proses perubahan yang demikian cepat akibat globalisasi tersebut membawa dampak yang tidak kecil bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat rakyat Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bilamana kekhawatiran akan hilangnya nilai-nilai luhur budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang bakal tergantikan dengan nilai-nilai global menjadi isu utama yang perlu mendapatka perhatian khusus. Terlebih lagi, dewasa ini semakin berkurangnya pemahaman dan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 telah sedemikian nampak berlaku di kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Budaya gotong royong dewasa ini cenderung tergantikan dengan budaya konvensasi atau membayar orang untuk menggantikan pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan secara bersama-sama. Budaya musyawarah untuk mufakat cenderung semakin terpinggirkan oleh budaya voting untuk menentukan sebuah keputusan.

Demikian juga budaya silaturahim yang mengutamakan tatap muka dan jabat tangan cenderung tergantikan dengan budaya obrolan melalui telepon genggam atau rumah, kendati jaraknya hanya 5 atau 10 menit perjalanan. Fenomena ini tentu harus diwaspadai, karena nilai-nilai luhur untuk senantiasa bertenggang rasa, saling hormat menghormati, tolong menolong, berwelas asih dan berkekeluargaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah semakin luntur dijiwai oleh warga Negara Indonesia dewasa ini. Mahasiswa Indonesia dewasa ini lebih cenderung menyukai turun ke jalan untuk berdemonstrasi ketimbang berlomba-lomba menulis opini dalam menanggapi setiap persoalan yang melanda negeri. Padahal di era globalisasi ini, aksi-aksi demonstratif yang tidak terarah dan sporadis cenderung merugikan motor ekonomi yang seharusnya berjalan untuk mencapai tujuan utama pembangunan ekonomi, yaitu kesejahteraan masyarakat.

Para pejabat negeri cenderung ingin mempertahankan status quo demi kepentingan pribadi atau golongan sehingga cenderung mencari segala cara untuk mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya saat ini. Beberapa kasus terakhir yang terjadi, seperti kasus Century, kasus Mafia Pajak, kasus Markus di kejaksaan dan kepolisian serta masih banyak lagi yang belum terbongkar, semakin mempertontonkan kepada kita semua akan adanya distorsi dan lunturnya sistem nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang seharusnya mengedepankan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi maupun golongan.

Oleh karena itu, penting kiranya membangun kembali sistem nilai luhur bangsa Indonesia yang telah dituangkan oleh para pendiri negeri sebagai buah pemikiran cerdas dan penuh kebijaksanaan, yang tersirat dan tersurat di dalam Pancasila dan UUD 1945. Bisa saja, kurangnya pemahaman dan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara serta sebagai ideologi negara, lebih disebabkan disebabkan oleh lemahnya sistem pembinaan individu dari mulai tingkat informal (seperti lingkungan keluarga) sampai ke tingkat formal (seperti sistem pendidikan nasional).

Selain itu, proses perubahan pikir, ucap dan tindak ini juga tidak terlepas dari adanya perubahan sosial, budaya dan ekonomi akibat adanya era globalisasi ini. Tidaklah dapat dielakkan lagi bahwa pembekalan kemampuan dan pengetahuan setiap warga negara, menjadi syarat mutlak dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai, sehingga setiap individu dapat mengetahui, memahami, dan menghayati untuk kemudian mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam bentuk sikap-sikap yang dapat mencerminkan sifat kejujuran, kebenaran, kekeluargaan dan keadilan yang merata pada setiap komponen bangsa. Oleh karena itu, persiapan dan proses penyesuaian diri dengan era globalisasi melalui pendidikan kewarganegaraan di era globalisasi ini menjadi sangat perlu untuk dilakukan.

Pendidikan Kewarganeraan yang diberikan kepada mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi memang didesain sebagai bagian dari mata kuliah kepribadian. Dimana, tujuan pengajarannya adalah memberikan pemahaman terhadap rasa kecintaan terhadap tanah air, mengenal nilai-nilai luhur ke-Indonesia-an, serta penumbuhan raga kebanggaan atas segenap khasanah sosial, ekonomi, budaya, politik dan sistem pertahanan dan keamanan yang telah turun temurun berlaku dan melembaga dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di Indonesia. Dan pada akhirnya, mahasiswa tersebut dapat dicetak menjadi ilmuwan yang professional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis yang berkeadaban, serta menjadi warga Negara yang memiliki daya saing, berdisiplin dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.

Pendidikan kewarganegaraan memang didesain sebagai upaya persiapan dan penyesuaian diri terhadap perubahan nilai di masa mendatang yang sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan internal dalam negeri maupun eksternal luar negeri, terutama yang berkaitan dengan isu global dan globalisasi itu sendiri. Persiapan dan penyesuaian diri terhadap arus dan era globalisasi ini harus dimulai dengan adanya (1) ketanggapan terhadap berbagai masalah sosial, politik, budaya dan lingkungan; (2) kreativitas dalam menemukan alternatif pemecahannya; serta (3) efesiensi dan etos kerja yang tinggi.

Persiapan dan penyesuaian diri tersebut seyogianya Dicirikan dengan adanya

(1) kemampuan mengantisipasi perkembangan berdasarkan ilmu pengetahuan

(2) kemampuan dan sikap untuk mengerti dan mengantisipasi situasi

(3) kemampuan untuk mengakomodasi, utamanya IPTEK serta perubahan yang diakibatkannya

(4) kemampuan mereorientasi, utamanya kemampuan untuk menyeleksi terhadap arus informasi yang membombardirnya.

Pada akhirnya persiapan dan penyesuaian diri dalam era globalisasi ini setidaknya mampu memunculkan:

(1) pekerja yang terampil yang menjadi bagian utama dari mekanisme produksi (dalam arti luas) yang harus lebih efektif dan efesien;

(2) pemimpin dan manajer yang efektif yang memiliki kemampuan berpikir, mengambil

keputusan yang tepat pada waktunya serta mengendalikan pelaksanaan dengan cakap dan wibawa

(3) pemikir yang mampu menentukan/memelihara arah perjalanan dan melihat segala kemungkinan di hari depan.

Oleh karena itu, maka pemikiran tersebut dapatlah menjadi sarat mutlak dalam pembinaan dan pengembangan manusia Indonesia yang diarahkan untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang sarat dengan nilai-nilai luhur kebudayaan dan perjuangan bangsa yang mengutamakan persatuan dan kesatuan sebagai landasan 8kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mengantisipasi masyarakat global atas adanya perubahan nilai-nilai dan sikap, maka diperlukan suatu pemahaman yang luas terhadap Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai dasar hukum negara.

Perubahan nilai-nilai dan sikap dengan menumbuhkembangkan pengertian, pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila serta UUD 1945 dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem pendidikan formal dan informal. Dalam pendidikan formal, seyogyanya tidak hanya teori-teori dasar saja yang diberikan, namun demikian harus dibarengi dengan adanya pola pembentukan pengetahuan dalam bentuk simulasi. Simulasi dimaksud adalah dengan membuat suatu flatform penggalian potensi melalui pengkajian-pengkajian yang dilakukan sendiri oleh anak didik. Hasil dari pengkajian tersebut kemudian dibahas bersama. Model-model diskusi dua arah akan sangat efektif terhadap pemahaman dan penghayatan isi yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.

Selain pendidikan formal, pendidikan informal pun memberikan konstribusi lebih terhadap pembentukan sikap dan perilaku. Pendidikan informal dimaksud dimulai dengan pendidikan dalam keluarga yang diarahkan untuk selalu menanamkan sikap kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang sesuai dengan norma-norma yang ada di lingkungannya, dimana norma-norma tersebut mempunyai nilai yang universal seperti halnya ideologi negara. Pendekatan pembentukan/pengubahan nilai dan sikap diri seseorang dapat juga dilakukan melalui berbagai cara, seperti :

(1) pembiasaan,

(2) internalitas nilai melalui ganjaran-hukuman,

(3) keteladanan,

(4) teknik klarifikasi nilai, dan sebagainya.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa segenap pendekatan yang dilakukan mempunyai kelebihan dan kekurangan, dimana kesemuanya sangat tergantung pada tingkat belajar para individu dalam hal menerima, menganggapi, menilai dan berkeyakinan, mengorganisasi dan berkonseptual, serta (mewataki dan memerankan hasil belajar tersebut. Sasaran akhir dari pembentukan/pengubahan nilai dan sikap adalah bahwa suatu norma sebagai acuan perilaku telah terwujud dalam perilaku sehari-hari secara konsisten, dengan kata lain sistem nilai telah terbentuk dan mewarnai pandangan hidup dan perilaku seseorang dalam hidupnya. Perubahan nilai dan sikap dalam rangka mengantisipasi masa depan tersebut haruslah diupayakan sedemikian rupa sehingga mewujudkan keseimbangan dan keserasian antara aspek pelestarian dan aspek pembaharuan. Nilai-nilai luhur yang mendasari kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia seyogyanya akan tetap dilestarikan, agar terhindar dari krisis identitas. Sebagai suatu masyarakat pluralistik, puncak-puncak budaya nusantara seharusnya dikembangkan untuk memantapkan dan memperkaya kebudayaan Indonesia. Dengan kata lain, muatan lokal dalam program pendidikan haruslah dilakukan sedemikian rupa sehingga melengkapi dan memperkuat muatan nasional dalam memilih dan memilah pengaruh global.

Di sisi lain dan serentak dengan pelengkapan dan perkuatan muatan nasional, maka penyertaan aspek budaya dunia juga harus dimunculkan sehingga mencapai keselarasan dengan adanya kebutuhan akan perkembangan jaman

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peranan pendidikan kewarganegaraan dalam era globalisasi "

Post a Comment