PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN DAERAH (Suplemen 1)
Pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah telah dipungut di Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia. Sumber penerimaan ini terus dipertahankan sampai dengan era otonomi daerah dewasa ini. Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan undang-undang, khususnya undang-undang tentang pemerintahan daerah maupun tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok sebagaimana di bawah ini:
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi:
pajak daerah;
Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah;
Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan , antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerjasama dengan pihak ketiga dan
Lain-lain PAD yang sah.
Dana perimbangan yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Sumber pendapatan daerah yang kedua yaitu pembiayaan yang bersumber dari :
1. sisa lebih perhitungan anggaran daerah;
2. penerimaan pinjaman daerah;
3. dana cadangan daerah dan
4. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
PENERAPAN PAJAK DAERAH DAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH (Suplemen 2)
1. Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah.
Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini berarti untuk dapat ditetapkan dan dipungut pada suatu daerah provinsi, kabupaten, atau kota harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan daerah tentang pajak daerah tersebut. Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah diundangkan dalam lembaran daerah yang bersangkutan. Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
2. Isi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
Peraturan daerah tersebut sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:
nama, objek, dan subjek pajak.
Dasar pengenaan, tarif dan cara penghitungan pajak;
Wilayah pemungutan.
Masa pajak;
Penetapan pajak;
Tata cara pembayaran dan penagihan pajak.
Kedaluwarsa penagihan pajak;
Sanksi administrasi;
Tanggal mulai berlakunya pajak.
Selain ketentuan pokok tersebut, peraturan daerah tentang suatu pajak daerah dapat mengatur ketentuan mengenai beberapa hal lainnya, yaitu:
a. pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya, yang dapat diberikan dengan mempertimbangkan antara lain kemampuan membayar wajib pajak.
b. tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa dan
c. asas timbal balik. Sesuai dengan kelaziman internasional, pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak daerah dapat diberikan kepada korps diplomatik.
3. Pengawasan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
Dalam rangka pengawasan, peraturan daerah yang menetapkan pajak daerah disampaikan kepada pemerintah pusat paling lama lima belas hari setelah ditetapkan.Penetapan ini telah mempertimbangkan administrasi pengiriman peraturan daerah dari daerah yang tergolong jauh. Dalam hal ini peraturan daerah tersebut disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.
Jika peraturan daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, pemerintah pusat dapat membatalkan peraturan daerah yang dimaksud. Pejabat pemerintah pusat yang diberi kewenangan untuk membatalkan peraturan daerah adalah Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan. Pembatalan peraturan daerah dilakukan paling lama satu bulan sejak diterimanya peraturan daerah yang dimaksud. Penetapan jangka waktu satu bulan dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi dampak negatif dari pembatalan peraturan daerah tersebut.
Untuk menetapkan jenis pajak daerah, pemerintah daerah mengkaji secara cermat dasar pengenaan pajak. Kontrol sosial dari masyarakat tentunya akan turut menentukan penetapan pajak daerah yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PEMUNGUTAN PAJAK (Suplemen 3)
1. Sistem pemungutan pajak Daerah
Pemungutan pajak daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan pajak yaitu:
a. dibayar sendiri oleh wajib pajak. Sistem ini merupakan perwujudan dari sistem self assessment yaitu sistem pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
b. Ditetapkan oleh kepala daerah. Sistem ini merupakan perwujudan dari sistem official assessment yaitu sistem pengenaan pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan.
c. Dipungut oleh pemungut pajak. Sistem ini merupakan perwujudan dari sistem with holding yaitu sistem pengenaan pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pada sumbernya, antara lain PLN yang telah ditetapkan berdasar PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak Daerah sebagai pemungut Pajak Penerangan jalan atas penggunaan tenaga listrik yang disediakan PLN.
Secara umum, sistem yang digunakan dalam pemunguan pajak daerah adalah sistem self assessment dan official assessment.
a. Pada cara pertama pajak dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan. Dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis dan nota perhitungan.
b. Pada cara kedua yaitu pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak, wajib pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
Wajib pajak yang memenuhi kewajibannya dengan cara membayar sendiri, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD. Apabila wajib pajak yang diberi kepercayaan menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang tidak memenuhi kewajibannya kepadanya dapat diterbitkan SKPDKB dan atau SKPDKBT yang menjadi sarana penagihan pajak.
2. Pemungutan Pajak Daerah
Dalam pelaksanaannya, pemungutan pajak daerah tidak dapat diborongkan artinya seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Walaupun dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak atau penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak.
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK DAERAH (Suplemen 4)
Pembagian hasil penerimaan pajak provinsi.
Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 Pasal 2A ayat 1 mengatur bahwa hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. hasil penerimaan PKB dan KAA diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 30%.
b. Hasil penerimaan BBNKB dan KAA diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 30%.
c. Hasil penerimaan PBBKB diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 70%.
d. Hasil penerimaan PPPABATP diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 70%.
Bagian daerah kabupaten/kota yang berasal dari pajak provinsi ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan daerah provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antardaerah kabupaten/kota. Jika hasil penerimaan pajak kabupaten/kota dalam suatu provinsi terkonsentrasi pada sejumlah kecil daerah kabupaten/kota, gubernur berwenang merealokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada daerah kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan. Pengertian terkonsentrasi pada suatu daerah kabupaten/kota adalah apabila hasil penerimaan pajak tertentu lebih besar daripada total penerimaan pajak sejenis di seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan. Penggunaan bagian daerah kabupaten/kota ditetapkan sepenuhnya oleh daerah kabupaten/kota.
Mengingat objek pajak kabupaten/kota dalam satu provinsi bersifat lintas daerah kabupaen/kota, gubernur berwenang untuk merealokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada daerah kabupaten/kota terkait. Objek pajak yang bersifat lintas daerah kabupaten/kota adalah objek pajak yang memberikan manfaat bagi beberapa daerah kabupaten/kota, tetapi objek tersebut hanya dipungut pada satu atau beberapa daerah kabupaten/kota. Realokasi tersebut dilakukan oleh gubernur atas dasar kesepakatan yang dicapai antardaerah kabupaten/kota yang terkait dengan persetujuan DPRD kabupaten/kota yang bersangkutan. Kesepakatan yang dicapai adalah kesepakatan antarbupati/walikota yang disetujui DPRD kabupaten/kota yang bersangkutan.
0 Response to "PAJAK SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN DAERAH "
Post a Comment