a. Berdasarkan Kepemilikan Modal/ Aset :
1) Badan usaha Milik Negara (BUMN)
· Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah usaha yang seluruh modalnya dimiliki negara atau badan usaha yang tidak seluruh sahamnya dimiliki negara tetapi statusnya disamakan dengan BUMN, yaitu :
a) BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah
b) BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN lainnya.
c) BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta nasional/ asing di mana negara memiliki saham mayoritas minimal 51%.
(Pandji Anoraga, 1995).
· Bahasa Asing BUMN adalah public enterprise. Dengan demikian berisikan dua elemen esensil, yakni unsur pemerintah (public) dan unsur bisnis (enterprise). Berapa besar presentase masing-masing elemen itu di suatu BUMn tergantung pada jenis atau tipe BUMN-nya. Untuk eprsero unsur bisnisnya lebih dominan. PERUM boleh dikatakan fifty-fifty.
(Chariuman Armia, 1989)
· Karena BUMN diciptakan oleh undang-undang, diusulkan pemerintah dan disetujui DPR, maka jadilah dia suatu produk politik. Itulah sebabnya dikatakan politik merupakan sifat yang tidak dapat dipisahkan dari BUMN. Apabila elemen politik sampai ditiadakan maka akan hilanglah relevansi dari keberadaan BUMN itu. (Pandji Anoraga, 1995.
2) SWASTA
· Pasal 33 UU 1945 menyatakan tigas sektor kegiata perekonomian, yaitu sektor pemerintah, swsta dan koperasi. Dewasa ini semakin jelas adanya trikotomi bangun usaha di Indonesia, yaitu BUMN, Swsata dan Koperasi. Peran swasta dan cara kerja swasta semakin banyak disorot karena memang ada kecenderungan sektor ini bisa bekerja lebih efisien dari pada sektor negara yang terkekang oleh birokrasi, sedangkan koperasi karena masih lemah belum mampu mengembangkan diri (Mubyarto, 1988).
· Umumnya dikonsepsikan bahwa tujuan pendirian perusahaan swasta adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal. Dalam zaman modern ini keuntungan maksimal bukan merupakan satu-satunya tujuan masih ada tujuan lain yang leibh penting dan kadang-kadang lebih mendesak misalnya pertumbuhan skala organisasinya, kepentingan sosial dan sebagainya. Pengusaha yang berpandangan jauh ke depan sangat mementingkan “goodwill” dari masyarkaat (Sudarono, 1983).
3) KOPERASI
· Koperasi dari perkataan co dan operation, yang mengandung arti bekerjasama untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu koperasi adalah suatu perkumpulan yang memberikan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan untuk masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan Jasmaniah para anggotanya A(rifinal Chaniago, 1984).
· Menurut undang-undang koperasi yang lama (Undang-undang Koperasi No. 12 Tahun 1967) didefinisikan: Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
b. Berdasarkan Besar-kecilnya Aset/ Modal
· Biro Pusat Statistik (BPS) menggolongkan perussahaan di Indonesia sebagai berikut :
Ø Perusahaan Besar : memiliki pekerja 100 orang lebih
Ø Perusahaan sedang : memiliki pekerja 20 – 99 orang
Ø Perusahaan kecil : memiliki pekerja 5 – 19 orang
Ø Kerajinan R. Tangga : memiliki pekerja kurang 5 orang
· Istilah-istilah lain yang sering dipergunakan :
Ø Usaha Skala Besar (USS), Industri Skala Besar (ISB)
Ø Usaha Skala Menegah (USM), Industri Skala Menengah (ISM)
Ø Usaha Skala Kecil (USK), Industri Skala Kecil (ISK)
1) Perusahaan Kecil (USK, ISK
a) Definisi : Sebelum lahirnya UU NO. 9 / 1995 tentang usaha kecil tidak ada persamaan definisi USK dari berbagai instansi, seperti :
(1) Departemen Perindustrian dan Bank Indonesia
= total aset diluar tanah dan bangunan dibawah Rp 600 juta.
(2) Departemen Perdagangan
= modal aktif di bawah Rp 25 juta
Lahirnya UU No. 9/ 1995 yang menetapkan hanya dengan pendekatna jumlah aset yakni di bawah Rp 200 juta merupakan akhir dari berbedanya definisi antar lembaga selama ini (lukman Hakim, 1996).
b) Kelemahan dan Kelebihan USK
Kelemahannya :
(1) Modalnya sangat terbatas
(2) Teknologi yang digunakan sangat sederhana
(3) Organisasi/ manajemen bersifat informal/ kekeluargaan
(4) Lingkup pemasaran terbats (lokal)
(5) Produknya bahan makanan atau kebutuhan sehari-hari.
Kelebihan :
(1) Lebih cepat dalam mengambil keputusan
(2) Lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan
(3) Pangsa pasar produk makanan dan kebutuhan sehari-hari lebih stabil
c) Perkembangan ISK
· Yang sangat menentukan keberadaan atau pertumbuhan ISK, terutama IRT di negara-negara sedang berkembang bukan hanya tingkat pembangunan atau pendapatan riil per kapita, tetapi dan terutama ditentukan oleh distrubsi pendapatan. Selama kelompok masyarakat berpendapatan rendah masih besar, ISK tetap diperlukan.
· Ini berarti bahwa ISK masih bisa survive walau ditengah-tengah pertumbuhan Ism dan ISB yang pesat dan menghadapi persaingan yang semakin berart dari kelompok industri tersebut dan dari barang-barang impor. ISK dan ISB, karena ISK mempunyai segmen pasar tersendiri, yakni dari golongan masyarakat berpendapatan rendah.
(Tulus Tambunan, 1996).
Tabel Peningkatan Output, Nilai Tambah dan Produktivitas ISK menurut Subsektor, 1986 – 1990
ISIC Code | Output (Jut Rp) | Nilai Tb (jt/Rp) | Produktivitas (jt/orang) | |||
1986 | 1990 | 1986 | 1990 | 1986 | 1990 | |
31 32 33 | 47,84 17,70 11,35 | 48,40 25,05 7,85 | 37,08 17,01 14,33 | 25,08 29,84 20,95 | 3,29 2,91 2,34 | 4,50 5,52 3,47 |
Sumber : BPS (dikutip dari Tulus Tambunan, 1996)
Keterangan : 31 = makanan, minuman dan tembakau
32 = tekstil, pakaian jadi dan kulit
33 = kayu dan produk dari kayu termasuk alat-alat rumah tangga dari kayu
· Kasus di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam studi Saragih dan Krisnamurthi (1994) menunjukkan bahwa pada tahun 1990 jumlah industri pengolah hasil pertanian tercatata pada 894,000 unit dan 99,7% diantaranya berskala kecil. Fakta ini menunjukkan bahwa di Idnoensia agroindustri pada umumnya masih merupakan kegiatan ISK (catatan: tidak dijelaskan berapa besar nilai produk atau nilai tambah ISK tersebut).
d) Kendala Struktural yang Dihadapi ISK
Perkembangan agroindustri menghadapi banyak kendala, yaitu ;
(1) Kegiatan pertanian belum memberikan dukungan optimal, karena pola produksi pertanian belum terpusat.
(2) Diersifikasi kegiatan pertanian masih rendah
(3) Ketrbatasan dana/ modal (tergantung grosir di kota)
(4) Menghadapi kesulitan pemasaran (kurang informasi)
(5) Biaya transportasi (output maupun input) relatif masih tinggi.
(6) Teknologi, manajemen dan tenaga trampil yang sangat kurang.
(Tulus, Tambunan, 1996).
2) PERUSHAAN MENENGAH (USM, ISM)
a) Definisi : perusahaan kecil dan menengah ini sering digabung menjadi satu golongan, yaitu golingan Usaka Skala Kecil Menengah (UKM).
UKM didefinisikan sebagia usaha-usaha yang memiliki aset sampai dengan Rp 200 juta – meskipun sebenarnya 90% lebih berada jauh di bawah ambang batas kategori itu, yakni memiliki aset kurang atau sama dengan Rp 50 juta.
(Mudaris, Alli Masyhud, 1995).
Dalam perspektif ini maka koperasi dan pra koperasi primer atau koperasi informal pada umumnya dapat dimasukkan dalam kategori ini.
b) Perkembangan UKM
· Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), populasi UKM ini mencapai 33,45 juta unit, dan lebih dari separuhnya bergerak di sektorp edesaan. Di pedesaan yang lazimnya diusahakan rakyat seperti kerajinan rakyat, pertanian, perkebunan rakyat, aneka pertambangan rakyat, pertambakan dan penggaraman rakyat.
· Sektor-sektor yang lazim bergerak di perkotaan antara lain jasa perdagangan, transportasi rakyat dan industri makanan rakyat. Disamping itu ada sektor lain yang bergerak baik di pedesaan maupun di perkotaan, yaitu perkreditan rakyat.
(Mudaris Ali Masyud, 1995).
· Drs. Chaeruddin, Direktur Bina Program Ditjen. Aneka Industri memaparkan perkembangan UKM yang khussu bergerak di bidang industri. Sampai akhir PJP-I, jumlah industri kecil dan menengah sekitar 2 juta unit usaha nilai produksi sebesar Rp 20 triliun atau 13,5% dari total produksi industri nasional. Sedang nilai ekspor mencapai US$2,6 miliar atau 10% dari ekspor industri nasional.
(Chaeruddin, 1995).
3) PERUSHAAN BESAR (USB, ISB)
a) Sejarah munculnya Pengusaha Besar
· Sesjarah sektor swasta di Indonesia relatif masih muda, dan hubungan antara sektor swasta dengan pemerintah dan hubungan antara sektor swasta dengan pemerintah sesudah kemerdekaan mengalami pasang surut. Awal tahun 1950-an pemerintah menerapkan kebijaksanaan proteksi, yang dikenal dengan sebutan kebijaksanaan “benteng”.
· Dalam masa Orde baru muncul para pengusaha besar keturunan yang berkembang pesat berkat usaha patungannya dengan pemerintah atau BUMN, terutama dalam hubungannya dengan penanaman modal asing. Ada kecenderungan parapengusaha asing – terutama dari Jepang lebih suka bekerja sama dengan para pengusaha keturunan.
· Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada dekade 1970-1980 juga telah memunculkan pengusaha besar pribumi seperti Probosutejdo dan Sukamdani Gitosardjono, tetapi secarak eseluruhan jumlah pengusaha keturunan yang menjadi besar jauh lebih banyak.
Munculnya banyak pengusaha keturunan yang besar dan kelompok-kelompok pengusaha lain termasuk yang pribumi merupakan fenomena baru dalam perekonomian Indonesia. (Mubyarto, 1988).
b) Monopoli, Oligopoli dan Konglomerasi
Setelah masa deregulasi dan debirokratisasi dengan iklim keterbukaan, berbagaiperusahaan swasta memasuki era “go public”. Dengan makin terbukanya informasi bisnis maka diperolehberbagai peta struktur pasar, malahan tidak hanya monopolli dan oligopoli, tetapi kiranya telah lama lahir bentuk konglomerasi. Dalam konglomerasi ini dapat terjadi penguasaan asset nasional yang berintegrasi secara vertical maupun horisontal. (Nurimansyah Hasibuan, 1995).
c) Perkembangan Konglomerat di Indonesia
· Dunia usaha perdaganagn, transportasi, konstruksi dan properti, keuangan dan asuransi, mediamasa, pendidikan, kesehatan dan lahan-lahan tambak ikan serta perkebunan serempak dikuasai. Dewasa ini sekitar 200 konglomerat menguasai penjualan barang-barang dan jasa sekitar 57% dari pendapatan nasional Indonesia.
· Suatu kenyataan yang menarik adalah bahwa dalam sektor industri pengolahan Indonesia, sekitar 72% nilai tambah diciptakan oleh industri-industri yang mempunyai struktur oligopolistik dengan konsentrasi tinggi (Nurimansyah Hasibuan, 1995).
· PDBI menyatakan bahwa 300 konglomerat Indonesia memiliki jumlah penjualan (1988) Rp 70 triliun. Dari ruang lingkup nasional memang konglomerrat sudah mendominasi perekonomian Indonesia. Mereka telah mencapai skala kegiatan kira-kira dua kali lipat dari APBN Indonesia 1989-1990, sekitar Rp 36 triliun.
(Pandji Anoraga, 1995).
0 Response to " PELAKU-PELAKU EKONOMI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA "
Post a Comment