Seseorang menemukan kesadarannya,maka menuntut dirinya untuk hidup dalam apa yang disebutnya kebenaran. Apa yang benar bagi seseorang adalah apa yang sesuai dengan kesadarannya,yang disetujuinya,yang dianggapnya baik,yang dianggapnya punya nilai,yang dapat dijadikan pegangan dalam bertindak. Kebenaran adalah sesuatu yang kita mengatakan ‘ya’ kepadanya.
Kebenaran bukanlah yang ada dalam diri kita sejak lahir,namun harus dicari oelh setiap manusia. Tetapi, kebenaran bukanlah sesuatu yang sifatnya statis. Kebenaran itu terlalu kaya,kebenaran itu berkembang,bertumbuh,memperkaya dirinya tanpa batas,ada diluar alam manusia. Kebenaran itu bersifat mengatasi tempat dan waktu manusia. Kebenaran ada sebelum manusia ada. Kebenaran suatu esensi,hakikat,ide yang mendahului keberadaan wadag ini.
Manusia sepanjang sejarahnya tidak pernah puas sestelah menyadari sebuah kebenaran. Kebahagiaan sejati manusia adalah menggabungkan dirinya dengan keabadian yang menampung kebenaran itu.
Manusia mempunyai potensi piker,potensi inderawi,potensi merasakan,potensi untuk percaya. Semua potensi kejiwaan manusia dapat dipergunakan dan dikembangkan dalam mencari dan menemukan kebenaran. Umat manusia dikenal sejumlah lembaga kebenaran yang kita kenal sebagai agama,ilmu,filsafat,dan seni. Melalui keempat lembaga itulah manusia mencari dan menemukan kebenarannya sendiri. Kebenaran agama,kebenaran ilmu,kebenaran filsafat, dan kebenaran seni adalah kebenaran. Kebenaran filsafat membantu memperjelas kebenaran agama. Kebenaran agama yang dipercayai bersifat ‘diturunkan’ atatu transcendental dari keabadian,untuk waktu sekian lama sering disalah-tafsirkan oleh ilmu-ilmu yang berusia muda.
Lembaga kebenaran yang paling tua adalah agama atau system kepercayaan,dasar agama adalah kepercayaan. Hidup manusia diabdikan pada kepercayaannya itu. Yang dipercayai dalam agama itu bersifat adikodrati,melampaui kodrat manusia itu sendiri.
Yang dekat dengan lembaga kebenaran agama adalah seni. Lembaga seni juga menjangkau kebenaran mendasar,universal,menyeluruh,dan mutlak serta abadi. Dan alat untuk mencapai hal itu adalah perasaan dan intuisi. Dasarnya adalah pengalaman inderawi manusia yang bersifat subjektif. Kehadiran sesuatu yang transedental(yang bukan dari dunia ini yang dipercayai) dalam suatu kepercayaan dapat ditemukan dalam seni. Seni tari,seni music,seni teater,seni sastra,dan seni rupa sering erat kaitannya dengan kepercayaan manusia purba.
Seni bertujuan menciptakan suatu realitas baru dari kenyataan pengalaman nyata. Bentuk seni itu sendiri adalah realitas yang dihayati secara inderawi. Kebenaran seni bersinggungan dengan kebenaran empiris dan kebenaran ide kebenaran. Dasarnya adalah pengalaman empiris manusia,tetapi yang ditemukannya realitas baru yang non empiris.
Lembaga filsafat memiliki alat yaitu nalar,logika manusia yang bersifat spekulatif(bukan empiric),dan tak ada metode yang baku. Tujuannya adalah mencapai kebenaran yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dalam sistem konseptual. Kegunaannya adalah kearifan hidup. Ciri-ciri lembaga kebenaran ini adalah konseptual,logis,universal,mendasar,menyeluruh,mutlak,dan langgeng. Sejarah lembaga kebenaran ini sudah dimulai sejak zaman Yunani Kuno,India Kuno,Cina Kuno,dan dijumpai diberbagai pusat peradaban purba manusia.
Lembaga kebenaran yang relative ‘muda’ adalah ilmu. Alat untuk menemukan kebenarannya adalah nalar,logika,bermetode,dan sistematik. Sumbernya bersifat empiric,fakta dan apa adanya. Tujuannya adalah pembuktian kebenaran secara khusus dan terbatas. Kegunaannya sebagai deskripsi,prediksi, dan control atas kenyataan empiris.
Dengan demikan,tidak perlu orang mempertentangkan kebenaran yang ditemukan oleh masing-masing lembaga tadi. Tetapi, dalam kenyataannya selalu saja terjadi konflik kebenaran antara berbagai lembaga tadi.
Untuk menyelaraskan kegiatan pencarian kebenaran dalam masing-masing lembaga tersebut sering kita jumpai adanya kegiatan antar lembaga. Tetapi,dari semua lembaga kebenaran tadi,lembaga filsafat selalu hadir. Ada filsafat seni,filsafat agama,dan filsafat ilmu.
Dengan demikian,manusia yang ‘lengkap’ adalah manusia yang menggunakan semua potensi kejiwaan dirinya dalam mencari dan menemukan kebenaran. Ini berarti bahwa manusia yang manusiawiitu bergerak dalam ke empat lembagakebenaran itu secara seimbang.
Hidup ini pendek,kebenaran itu abadi.
2. Kedudukan Agama,Seni,Filsafat,dan Ilmu dalam diri manusia
Pada dasarnya ada dua alam dalam hidup setiap manusia,yakni alam nyata yang terindera,dan alam sana,alam lain,diluar alam semesta ini. Alam manusia nyata adalah alam material dan alam biologis,sedangkan alam lain itu adalah alam spiritual,alam roh,alam atas. Boleh juga dianalogkan dengan alam ide,alam imajinasi,alam ketuhanan.
Alam material manusia dapat dikenali lewat pengalaman hidup sehari-hari,sejak manusia lahir sampai kematiannya. Ilmu pengetahuan teknologi adalah pemahaman manusia atas dunia material dan pemanfaatan dunia material itu untuk kepentingan manusia.
Seni dapat dimasukkan ke dalam lembaga kebenaran yang bersifat spiritual,sejajar dengan agama dan filsafat adalahg dunia antara yang memungkinkan manusia yang masih material itu dapat memasuki alam spiritual atau alam kerohanian.
Alam rohani adalah alam kekal,alam absolute,alam abstrak,dan alam universal,alam tanpa seks,alam kebebasan,alam sempurna,alam tingkat tertinggi,alam yang tak dikenal manusia. Alam rohani dapat dikenali dan dicapai manusia lewat ajaran dan pengalaman agam,lewat renungan falsafi (pemahaman),dan lewat kesenian (penghayatan). Alam rohani juga dapatdipahami jelas lewat penalaran manusia yang dikembangkandalam lembaga filsafat.
Lembaga agama,filsafat,dan seni adalah media bagi manusia untuk dapat menjangkau dunia atas yang bersifat spiritual dan rohaniah itu. Dalam agama,pengalaman adalah pengalaman roh. Dalam filsafat,temuan filsuf dari dunia sana itu disebut esensi. Sementara itu,dalam seni,temuan para seniman disebut imajinasi kreatif. Dalam ketiga lembaga tersebut dipertemukan dunia atas dan dunia manusia. Praktik agama,renungan falsafi di dalam hangatnya kamar studi,dan tanggapan atas karya seni sering disebut sebagai pengalaman transcendental,kehadiran dunia lain atas dunia konkret manusia.
Dalam bidang agama,filsafat,dan seni selalu ada pandangan yang mengarahkepada materialism dan kepada spiritualisme. Agama dan kepercayaan adalah untuk keselamatan hidup dunia ini. Dunia ide,dunia roh,adalah dunia yang tidak pernah kita kenal selama kita masih hidup didunia ini,karena badan manusia harus terbatas,terstruktur,dan terkondisi.
Seni adalah dunia medium antara materialisme dunia dan kerohaniah yang kekal. Seni adalah sesuatu yang memuat hal-hal yang transcendental,sesuatu yang tak kita kenal sebelumnya,dan kini kita kenal lewat karya seorang seniman.
3. Ilmu-ilmu Seni
Ilmu seni harus dibedakan dengan seni. Seni itu soal penghayatan,sedangkan ilmu adalah soal pemahaman. Seni untuk dinikmati,sementara ilmu seni untuk memahami. Seni dapat ditinjau dari segi estetikanya,yang berarti menjadi objek ilmu sekaligus filsafat. Seni juga dapat dianalisis berdasarkan bentuk formalnya. Seni dapat pula menjadi objek sejarah. Ada juga sosiologi seni,antropologi seni,psikologi seni,perbandingan seni,kritik seni
Ilmu-ilmu seni tersebut masih harus didistribusikan lagi menjadi beberapa bidang seni khusus. Ada ilmu-ilmu seni rupa,seni teater,seni tari,seni sastra,seni music,seni arsitektur,dll. Tiap-tiap bidang seni tersebut memiliki ilmunya masing-masing.
Ilmu seni tidak dapat ditumbuhkan mendadak. Ilmu seni didahului oleh sejumlah penelitian seni yang panjang dan beragam. Ilmu-ilmu seni di Indonesia masih mencari bentuknya. Penelitian masih jarang dilakukan dan sifatnya juga masih sporadis. Beum ada jurnal ilmiah sosiologi seni,misalnya. Atau jurnal sejarah seni. Ilmu-ilmu seni di Indonesia dapat menggarap objek seni etnis,seni kraton atau klasik,seni modern. Belum ada telaah filsafat seni etnis,filsafat seni istana,filsafat seni modern.
4. Taksonomi ilmu-ilmu seni
Pengetahuan tentang seni bukan hanya berhubungan dengan penciptaan karya seni dan penghayatan karya seni,tetapi juga pemahaman tentang karya seni. Tradisi pemahaman terhadap segala sesuatunya telah berlangsung sejak zaman Yunani purba,sekitar tahun 500 SM. Ilmu-ilmu seni di Indonesia baru disadari ketika seni modern muncul. Dalam perkembangan awalnya,ilmu-ilmu seni masih diabaikan.
Bagian utama dari ilmu-ilmu seni adalah filsafat seni. Ilmu ini memang merupakan bagian dari kajian filsafat yang spekulatif. Kita mengenal stalistika dan ilmu gaya seni,yang membahas hakikat gaya seni,keragaman gaya pribadi,gaya etnik,gaya mashab,gaya regional,dan gaya sezaman.
Yang kedua adalah ilmu tentang penghayatan seni,atau di sini lebih dikenal sebagai apresiasi seni yang membahas pengaruh pengertian seni seseorang (temperamen individual,kondisioning sosio-kulturalnya,perolehan sikap dan nilai-nilai dalam hidup lingkungannya). Yang terakhir mengenai apresiasi,interpretasi seni khusus,misalnya seni sastra,seni lukis,dan seni musik.
Yang ketiga kritik seni,dan keempat adalah pendekatan ilmiah tertentu terhadap seni,seperti sosiologi seni,antropologi seni,sejarah seni,perbandingan seni,arkeologi seni,dan psikologi seni.
Yang kelima adalah ilmu tentang hubungan lembaga social dan seni yang membahas pendayagunaan seni bagi masyarakatnya,soal perundangan atau peraturan pemerintah atau berbagai lembaga sosial lain terhadap seni,hubungan seni dengan agama,ilmu dan teknologi.
Yang keenam adalah ilmu ekonomi seni,yang membahas berbagai factor yang mempengaruhi nilai ekonomi seni,system pendanaan dalam aktivitas berkesenian,pasar seni atau pemasaran seni,perlindungan hak cipta seni,juga soal-soal yang menyangkut plagiat dalam seni,pembajakan seni,dan yang semacam itu.
Yang ketujuh,pendidikan kesenimanan,membahas metode pengajaran seni kepada calon seniman,seni sebagai pekerjaan,profesionalisme,dan amatirisme dalam seni.
Yang kedelapan,ilmu-ilmu preservasi seni atau pelestarian karya seni,meliputi persoalan lembaga-lembaga kearsipan seni,museum,galeri,dan perpustakaan seni.
Yang kesembilan atau yang terakhir adalah berbagai ilmu mengenai pameran seni,festival seni,pertunjukan seni,dan aneka gejala sejenis itu.
Ilmu seni adalah kompas atau pedoman penciptaan seni selanjutnya. Ilmu seni yang berkualitas kadar keilmuannya sangat berarti bagi penciptaan.
5. Menuju filsafat seni
Di sejumlah Negara barat,buku tentang filsafat seni merupakan literature tersendiri,daftarnya amat panjang. Di Indonesia ,jumlah buku semacam itu dapat dihitung dengan jari,antara lain Garis Besar Estetika oleh The Liang Gie (1976) yang sampai sekarang merupakan buku paling komprehensif dalam menengok aneka persoalan filsafat seni.
Rata-rata teori seniman Indonesia merupakan way of life atau sikap kesenimanan,bukan sebagai bagian pengetahuan. Dengan memahami filsafat seni,setiap orang dibekali berbagai pilihan untuk memilih filsafat seninya sendiri. Atau setiap orang dipersilahkan membangun sendiri filsafat seninya.
Berdasarkan sudut tinjauan teori barat inilah kita dapat memahami teori seni Asia dan kita sendiri. Untuk mengenal diri sendiri,ternyata kita harus mengenal orang lain terlebih dahulu. Dibelahan bumi Barat,filsafat seni muncul dalam tahap budaya mistis. Seni modern telah jelas bersifat teori seni Barat,hanya subject matter seninya sajalah yang Indonesia.
Ilmu seni di Indonesia perlu di benahi agar rumah kesenian Indonesia ini tertata rapi,tidak acak-acakan,dan karenanya setiap bahan pembicaraan,setiap masalah seni,dapat di agendakan secara benar dan tepat. Ilmu seni dan filsafat seni penting untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan seperti dari mana asal kita dan apa yang telah kita kerjakan selama ini.
6. Sifat seni dan estetika
Pembahasan tentang seni masih dihubungkan dengan pembahasan tentang keindahan. Pengetahuan ini disebut filsafat keindahan,termasuk didalamnya keindahan alam dan keindahan karya seni.
Seni atau art yang aslinya bararti teknik,pertukangan,keterampilan, yang dalam bahasa Yunani kuno sering disebut sebagai techne. Arti demikian juga berlaku dalam budaya Indonesia kuno. Baru pada pertengahan abad ke-17,di Eropa dibedakan antara keindahan umum (termasuk alam) dan keindahan karya seni atau benda seni. Inilah sebabnya lalu muncul istilah fine arts atau high arts( seni halus dan seni tinggi) yang dibedakan dengan karya-karya seni pertukangan (craft). Seni dikategorikan sebagai artifact atau benda bikinan manusia. Pada dasarnya artefak itu dapat dikategorikan menjadi tiga golongan,yakni benda-benda yang berguna tetapi tidak indah,kedua,benda-benda yang berguna dan indah,serta ketiga,benda-benda yang indah tetapi tidak ada kegunaan praktisnya. Artefak jenis ketiga itulah yang dibicarakan dalam estetika.
Estetika muncul pada tahun 1750 oleh seorang filsuf minor bernama A.G.Baumgarten (1714-1762). Dipungut dari bahasa Yunani kuno,aishteton yang berarti “kemampuan melihat lewat ‘penginderaan’ . Tujuan estetika adalahkeindahan,sedangkan tujuan logika adalah kebenaran.
Perbedaan antar estetika dan filsafat seni hanya dalam obyek materialnya saja. Setetika mempersoalkan hakekat keindahan alam dan karya seni,sedang filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni atau artefak yang disebut seni. Estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedang filsafat seni hanya merupakan bagian estetika yang khusus membahas karya seni.
Estetika adalah bagian dari filsafat. Estetika digolongkan dalam persoalan nilai,atau filsafat tentang nilai,sejajar dengan nilai etika. Tetapi dalam penggolongan obyeknya,estetika masuk dalam bahasan filsafat manusia,yang terdiri dari logika,estetika,etika,dan antropologis. Studi estetika sebagai filsafat yang bersifat spekulatif,’mendasar’ menyeluruh dan logis ini,pada mulanya merupakan bagian pemikiran filsafat umum seorang filsuf.
Estetika ilmiah bekerja dengan bantuan ilmu-ilmu lain,sperti psikologi,sosiologi,antropologi,dan lain-lain. Filsafat seni merupakan bagian dari studi estetika ilmiah ini. Dengan demikian sifat spekulatifnya makin bergeser pada kegiatan empiris keilmuan. Ciri spekulatifnya masih dipertahankan,hanya disertai penguatan empiris.
Aspek-aspek yang dibahas dalam filsafat seni biasanya meliputi pokok-pokok sebagai berikut: Pertama,persoalan sikap estetik yang didalamnya dibahas masalah ketidakpamrihan seni dan jarak estetik. Kedua,persoalan bentuk formal seni yang melahirkan berbagai konsep seni yang melahirkan berbagai konsep seni yang muskil. Ketiga persoalan pengalaman estetik atau pengalaman seni. Keempat persoalan nilai-nilai dalam seni. Kelima,persoalan pengetahuan dalam seni.
7. Pokok-pokok filsafat seni
Pada mulanya estetika atau filsafat keindahan bersifat spekulatif (estetika dari atas) dan merupakan bagian dari filsafat umum seorang filsuf. Ini sering disebut sebagai estetika lama. Dengan sendirinya ada yang disebut estetika modern(baru). Estetika baru ini muncul dalam abad ke-19 di Eropa dengan sejumlah tokohnya seperti Hippolyte Taine dan Gustav Fechner yang mulai beralih pada metode ilmiah(empiris) dalam menjawab persoalan seni. Oleh Fechner (ahli estetika eksperimental),estetika baru ini disebut estetika dari bawah.
Apapun metodenya,filsafat atau ilmu,tujuan estetika tetap sama,yakni pengetahuan dan pemahaman tentang seni. Dalam sejarah oemikiran seni di dunia Barat yang dimulai sejak Zaman Yunani kuno (di dunia Timur,sejarah pemikiran semacam itu hanya muncul secara sporadis,tidak berkesinambungan,sehingga telaah filosofis tentang seni lebih banyak dilakukan secara empiris ilmiah berdasarkan benda-benda seni sepanjang sejarahnya;jadi lewat sejarah seninya)
Filsafat seni yang merupakan bagian dari estetika modern,tidak hanya mempersoalkan karya seni atau benda seni (hasil atau produk),tetapi juga aktivitas manusia atas produk tersebut,baik keterlibatannya dalam proses produksi,maupun caranya mengevaluasi dan menggunakan produk tersebut. Pemikiran tentang produk atau benda seni disebut sebagai estetika morfologi(estetika bentuk) dan pemikiran tentang sipembuat benda seni dan yang memanfaatkan benda-benda seni dinamai estetika psikologi. Hanya ada tiga pokok persoalan filsafat seni yakni seniman sebagai penghasil seni,karya seni,dan penerima seni.
Terdapat enam pembahasan pokok dalam filsafat seni,yakni:
Benda seni, pokok persoalan seni sebenarnya karya seni yang berwujud konkret yang terindera dan teralami oleh manusia. ‘benda seni’ ini dibahas material seni atau medium seni. Seni terwujud berdasarkan medium tertentu,baik dengaran(audio) maupun lihatan (visual) dan gabungan keduanya.
Pencipta seni, perdebatan menganai penting atau tidaknya mengetahui maksud seniman dalam karyanya bermula dari pokok soal pencipta seni ini. Begitu pula persoalan orisinalitas,keotentikan,keunikan,karakter dalam seni,semuanya bermula dari persoalan seniman.
Publik seni, suatu ciptaan disebut seni bukan oleh senimannya,tetapi oleh masyarakat seni dan umum. Seniman disebut seniman oleh masyarakat karena status yang diperjuangkannya. Dan yang namanya public seni itu tidak selalu seluruh masyarakat,tetapi hanya sebagian saja.
Nilai seni, karya seni atau benda seni tak pernah ada,sebab seni itu ada dalam jiwa setiap penanggapnya. Persoalan seni sebenarnya adalah persoalan nilai-nilai tadi sehingga dalam bidang filsafat,kajian seni dikategorikan dalam kelompok kajian tentang esensial,juga dengan suatu kepentingan(interest) yang sifatnya sangat konstekstual,dan dengan kualitas yang amat pribadi. Kandungan nilai benda seni yang menyangkut kualitas,bersifat kontekstual dan esensial-universal ini dapat menimbulkan perdebatan yang tak habis-habisnya.
Pengalaman seni, komunikasi seni adalah komunikasi nilai-nilai berkualitas,baik kualitas perasaan maupun kualitas medium seni itu sendiri. Komunikasi seni adalah koomunikasi pengalaman yang melibatkan kegiatan penginderaan,nalar,emosi,dan intuisi. Pengalaman seni berlangsung dalam suatu proses yang berkaitan dengan waktu
Konteks seni, pemahaman seni juga sangat erat hubungannya dengan konteks zaman tersebut. Inilah sebabnya terdapat sejarah seni dan setiap zaman memiliki fahamnya sendiri tentang apa yang disebut seni dan yang bukan seni (dalam arti seni yang kurang bermutu). Persoalan konteks seni adalah persoalan anutan nilai-nilai dasar kelompok dalam suatu masyarakat.
8. Taksonomi permasalahan estetika
Pendahuluan
estetika adalah filsafat tentang nilai keindahan,baik yang terdapat dialam maupun dalam aneka benda seni buatan manusia. Estetika muncul dilingkungan kebudayaan Barat,dimulai sejak zaman Yunani kuno,yakni sejak Plato,Aristoteles,dan Sokrates dan masih menjadi persoalan sampai sekarang,seperti tampak dalam karya estetika Langer,Dickie,Dewey,Santayana,dan lain-lain. Pada mulanya,estetika merupakan bagian dari pemikiran filosofis seorang filsuf.
Taksonomi umum
pertanyaan ontologis tentang hakikat seni dapat didekati dari berbagai aspeknya,yakni aspek benda seni itu sendiri,pencipta benda seni alias seniman,penerima seni,dan konteks nilai yang menjadi dasar bermainnya aspek seniman,benda seni,dan public seni.
Seni sebagai benda
benda seni ini akan dibicarakan masalah material seni dan medium seni yang akan menentukan lahirnya jenis seni dan segala cabangnya. Dalam aspek tinjauan seni sebagai benda atau artefak,dibahas dan diperdebatkan masalah nilai seni,nilan intrinsic,nilai ekstrinsik,nilai hidup,material seni,medium seni,bentuk seni,isi seni,imajinasi,metafora,symbol,mimesis,ekspresi,subject matter,dan tema seni,bentuk hidup,bentuk bermakna,dan lain sebagainya.
Aspek seniman dalam seni.
Seni juga ditinjau dari sudut penciptanya,sebab tak aka nada karya atau benda tanpa penciptanya yakni seniman. Tentang pribadi seniman ini dapat dipersoalkan pula hakikat pribadi dan gaya keseniannya. Hal terakhir yang juga dipermasalahkan adalah jenis kelamin seniman dalam penciptaan seni.
Masalah pengalaman seni.
Dalam analisis pengalaman seni diperkenalkan pula pengalaman artistic,empati,jarak estetik,ketidaktertarikan,serta unsure dan struktur pengalaman seni.
Seni sebagai peneriamaan public.
Dalam permasalahan ini,muncul permasalahan filosofis tentang komunikasi seni,relasi seni,wacana seni,pendidikan nilai,intentional fallacy,interpretasi seni,evaluasi seni,selera seni,dan sebagainya.
0 Response to "SENI DAN LEMBAGA KEBENARAN"
Post a Comment