Di halaman-halaman sebelumnya, kami telah menyebut-nyebut Zonisme revisionis. Revisionisme, yang berdasarkan ideologi kanan, sebenarnya ultra-kanan, yang bertentangan dengan kecenderungan kiri WZO, meningkatkan serangan bersenjatanya di Palestina di paruh kedua 1930-an. Serangan-serangan mereka diarahkan baik kepada bangsa Arab maupun sang pemegang mandat Inggris, yang ketat membatasi perpindahan kaum Yahudi, dan dirancang oleh Irgun atau National Military Organization (NMO). Setelah pecahnya Perang Dunia II, Irgun terbagi dua kubu. Sayap Jabotinsky memutuskan menghentikan operasi militer melawan Inggris selama perang. Kubu kedua yang lebih kecil dan radikal, menganjurkan melanjutkan perjuangan melawan Inggris sampai London mengakui sebuah negara Yahudi yang berdaulat. Kelompok ini, yang dipimpin Avraham Stern, keluar dari Irgun pada bulan September 1940 dan menjadikan dirinya organisasi terpisah. Mereka tetap menganggap diri Irgun atau NMO selama beberapa tahun; lalu mengganti nama menjadi LEHI, sementara di mata musuh-musuhnya, mereka dikenal sebagai Gerombolan Stern.
Gerombolan Stern memiliki tujuan-tujuan yang sangat ambisius. Sebagaimana dinyatakan dalam Delapan Belas Prinsip Stern, tujuan utama gerombolan mencakup: sebuah negara Yahudi dengan batas-batas seperti yang dijelaskan di dalam Kitab Kejadian (dari Sungai Nil di Mesir sampai Sungai Sungai Efrat di Irak), pengusiran bangsa Arab, dan akhirnya, pembangunan kembali kuil Yerusalem.
Gerombolan Stern telah memutuskan melawan Inggris, dan karena itu mereka segera mencari cara bekerjasama dengan musuh-musuh Inggris. Di bulan September 1940, pemimpin gerombolan mengadakan kontak dengan agen Italia di Yerusalem. Di sana, mereka menyusun suatu kesepakatan dengan mana Mussolini akan mengakui sebuah negara Zionis sebagai balasan atas kerjasama Gerombolan Stern dengan angkatan bersenjata Italia.
Akan tetapi, kesepakatan ini tak membawa hasil yang nyata, sebab pihak Italia tak sungguh-sungguh menanggapi tawaran itu. Selanjutnya, Stern mengirim Naftali Lubentschik ke Beirut untuk menemui orang-orang Jerman. Lubentschik membuat kontak dengan dua orang Nazi, Rudolf Rosen dan Otto von Hetig, dan menawari mereka sebuah persekutuan militer yang luas. Usai perang, sebuah salinan tawaran Gerombolan Stern ditemukan di antara arsip-arsip di Kedutaan Besar Jerman di Turki. Karenanya, arsip-arsip itu disebut dokumen Ankara. Menurut dokumen itu, organisasi Zionis Stern menawarkan sebuah persekutuan militer resmi dengan Pemerintah Nazi. Secara ringkas, dokumen berisi:
1. Kesamaan kepentingan mungkin ada antara pembentukan sebuah Tatanan Baru di Eropa yang sejalan dengan konsep Jerman, dan cita-cita nasional sejati rakyat Yahudi sebagaimana dilembagakan dalam NMO;
2. Kerjasama antara Jerman baru dan negara bangsa Yahudi yang diperbaharui akan mungkin; dan
3. Pendirian negara Yahudi yang bersejarah atas dasar nasional dan totaliter, dan dibatasi oleh sebuah perjanjian dengan Reich Jerman, akan termasuk dalam kepentingan menjaga dan memperkuat kedudukan Jerman di Timur Dekat.
Berangkat dari pertimbangan-pertimbangan ini, NMO di Palestina, dengan syarat bahwa cita-cita nasional gerakan kemerdekaan Israel yang disebutkan di atas diakui sebagai bagian Reich Jerman, menawarkan diri berperan aktif dalam perang di pihak Jerman.
Pada bulan Desember 1941, Stern mengirim Nathan Yalin-Mor untuk mencoba menghubungi orang-orang Nazi di Turki yang netral, namun ia ditangkap dalam perjalanan dan pertemuan pun batal. Menurut Brenner, tak ada petunjuk bagaimana atau apakah Nazi menanggapi tawaran itu. Paling mungkin, kaum Nazi menganggap Stern kelompok kecil dan tak efektif, dan tak terlalu memikirkan tawarannya. Akan tetapi, apa yang penting di sini adalah sebuah organisasi Zionis menawarkan suatu persekutuan militer kepada Jerman di tahun 1941, tahun saat genosida Yahudi disetujui untuk diluncurkan. Pernyataan tegas Stern bahwa kaum Yahudi dan tatanan barunya Nazi secara mendasar berbagi kepentingan tak terbantahkan nilainya. Yalin-Mor belakangan menyimpulkan alasan di balik tawaran organisasinya kepada Nazi di tahun 1941, di tengah-tengah perang. Ia mengakui bahwa tujuan Stern membujuk kaum Yahudi berpindah ke Palestina amat sejalan dengan rencana-rencana Jerman mengusir kaum Yahudi dari Eropa.
Fakta penting dan menarik lainnya adalah jatidiri seorang anggota Gerombolan Stern yang terkemuka saat dokumen Ankara terungkap: Yitzhak Shamir, yang awalnya menjadi menteri kabinet, lalu perdana menteri Israel tahun 1977–1992. Shamir, seperti gurunya Menahem Begin, adalah seorang teroris kejam di tahun 1940-an, ketika ia terkenal jahat karena serangan-serangan berdarahnya pada sasaran-sasaran Inggris dan Arab.
Peran Shamir dalam upaya bersekutu dengan Nazi tak diragukan lagi adalah sebuah masalah penting. Bertahun-tahun sejak dokumen Ankara ditemukan, Shamir hanya menjawab beberapa pertanyaan tentangnya. Akan tetapi, hampir segala sesuatu yang diketahui tentang tawaran bersekutu itu menunjukkan bahwa ia termasuk salah seorang perancang utamanya. Brenner mengamati bahwa bertolak belakang, bahkan ganjil, seorang calon sekutu Adolf Hitler bisa naik menjadi pemimpin negara Zionis.
Masa lalu Yitzhak Shamir yang kelam disingkapkan oleh temannya sesama orang Israel kali pertama di tahun 1989, saat dokumen Ankara diterbitkan di Jerusalem Post, sebuah koran utama Israel. Kisah itu mengakibatkan keguncangan hebat, dan untuk kali pertama, sepak terjang masa perang Gerombolan Stern yang sembrono menjadi pokok pembicaraan di Israel.
Kini, ada banyak buku yang membahas dokumen Ankara. Namun, kebanyakan pengarangnya, khususnya yang Yahudi, memperlakukan hubungan Nazi-Stern sebagai sebuah peristiwa sejarah yang kabur. Misalnya, Yehoshafat Harkabi, seorang pensiunan kolonel Israel, menafsirkannya sebagai sebuah cerita samar dalam sejarah kaum Yahudi dalam bukunya Israel’s Fateful Hour (Masa-masa Genting Israel). Namun, peristiwa itu tak sepenuhnya samar. Satu-satunya hal yang menjadikan kesamaran itu adalah kebanyakan orang hanya mengetahui peran Stern dalam persekongkolan Nazi-Zionis. Hal itu karena cuma dokumen-dokumen Stern yang diterbitkan. Hubungan antara Nazi dan WZO tetap umumnya tak diketahui. Karena itu, para pemimpin Israel, dan masyarakat Zionis masa kini pada umumnya, dapat berkelit dari dokumen Ankara dengan memperlakukannya sebagai penyimpangan yang janggal. Karena tak terbantahkan bahwa Gerombolan Stern itu ekstrimis, simpati mereka pada Nazi dapat dianggap wajar. Menurut istilah kita, mereka polisi jahatnya Zionis. Wajar saja, hal yang sama tak dapat dikatakan tentang WZO yang “sosialis”, atau tentang Weizmann, Ben Gurion, atau lain-lainnya yang berperan sebagai polisi baik.
Fakta-fakta ini memperjelas bahwa kedua sayap gerakan Zionis sebenarnya mengarah ke fasisme, sebab Zionisme itu sendiri fasis dan rasis. Itulah mengapa tak hanya orang-orang radikal dari Gerombolan Stern, namun semua kubu Zionis, telah bersekongkol dengan Nazi dan kaum fasis sejenisnya. Gerombolan Stern sebenarnya cuma puncak gunung es (sekelumit saja dari keseluruhan),
Potongan cerita terakhir yang akan dibahas dalam masalah ini diberikan oleh Eichmann in Jerussalem: A Report on the Banality of Evil (Eichmann di Yerusalem: Sebuah Laporan tentang Dangkalnya Kejahatan), sebuah buku karangan Hannah Arendt, yang, seperti Lenni Brenner, seorang Yahudi anti-Zionis. Dengan berfokus pada Adolf Eichmann, Arendt menyingkapkan segi-segi tertentu persekongkolan Nazi-Zionis yang sebelumnya tersembunyi.
0 Response to "Gerombolan Stern Menawarkan Sebuah Persekutuan dengan Nazi"
Post a Comment