Di awal tahun 1920-an, masyarakat Yahudi Polandia berjumlah 2,8 juta orang, 10 persen dari seluruh penduduk. Zionisme cukup dikenal dan kuat di Polandia yang memiliki masyarakat Yahudi terbesar di Eropa. Polandia juga rumah bagi sebuah anti-Semitisme yang kuat dan keras. Anti-Semitisme kuat dan Zionisme kuat; keduanya, seakan sudah kaidah, terlahir untuk bersekongkol satu sama lain.
Lenni Brenner telah mempelajari seksama hubungan antara kaum anti-Semit dan Zionis Polandia. Menurut Brenner, perjanjian pertama, yang disebut Ugoda(Kompromi), dirundingkan oleh para pemimpin Zionis Leon Reich dan Osias Thon di tahun 1925. Mitra runding mereka adalah Wladyslaw Grabski, perdana menteri Polandia dan seorang anti-Semit yang kukuh. Grabski sedang mencari pinjaman dari Amerika Serikat untuk Polandia dan mengira bahwa perjanjiannya dengan para Zionis dapat membantunya. Dengan perjanjian itu, pihak Zionis menerima kelonggaran-kelonggaran penting: para wajib militer Yahudi diizinkan memiliki dapur kosher, dan para pelajar Yahudi tak perlu menghadiri pelajaran atau ujian di hari Sabbath (di hari menulis, maupun bentuk pekerjaan lainnya, dilarang dalam agama Yahudi). Brenner menulis bahwa, karena perjanjian mereka dengan perdana menteri yang anti-Semit, Thon dan Reich dianggap sebagian Yahudi sebagai pengkhianat masyarakat mereka.
Joseph Pilsudski menjadi diktator sebagai hasil sebuah kudeta di bulan Mei 1926. Sebagaimana pendahulunya, Pilsudski seorang anti-Semit yang berhubungan dekat dengan para Zionis. Pada 26 Januari 1934, Pilsudski menandatangani pakta tak saling serang selama 10 tahun dengan Hitler. Ia tetap setia kepada para Zionis hingga kematiannya yang mendadak pada 12 Mei 1935. Osias Thon dan Apolinary Hartglas, presiden Polish Zionist Organization, mengusulkan agar Hutan Pilsudski ditanam di Palestina untuk mengenangnya. Para Revisionis Palestina mengumumkan bahwa mereka akan membangun sebuah asrama penampungan para pendatang yang dinamakan Pilsudski untuk menghormatinya.
Setelah kematian Pilsudski, anti-Semitisme meningkat di Polandia. Ada sentimen anti-Semit di kalangan angkatan bersenjata, khususnya di antara para kolonel yang menggantikan Pilsudski memerintah Polandia. Para tokoh anti-Semit garis keras dikumpulkan dalam sebuah partai ekstrim kanan bernama Naras (National Radicals). Di akhir 1930-an, Naras mulai menjalankan pogrom. Bund, partai utama Yahudi pembaur yang kiri, menyusun satuan-satuan untuk melawan Naras. Di sisi lain, para Zionis tak pernah menentang Naras: kegiatan-kegiatan Naras sangat menguntungkan bagi mereka. Semboyan para militan Naras adalah “Moszku idz do Palestyny!” (Yahudi Pulanglah ke Palestina!) – sebuah gaung kasar program Zionis sendiri. Brenner menceritakan bahwa salah satu alasan kaum Yahudi di Polandia menjauhi Zionisme adalah karena para Zionis disukai Naras. Sebagaimana dicatat Brenner, para kolonel Polandia selalu menjadi pro-Zionis yang bersemangat.
Orang-orang anti-Semit sama pro-Zionisnya sebagaimana orang-orang Zionis pro-anti-Semit! Seorang Zionis terkemuka, Yitzhak Gruenbaum, suatu kali menyatakan bahwa kaum Yahudi sudah begitu menjadi “bagasi lebih” di Polandia, dan bahwa “Polandia kelebihan sejuta orang Yahudi dari yang bisa ditampungnya”. Abba Achimeir, seorang pemimpin gerakan Revisionis di Palestina, menyatakan kebencian yang tak terbayangkan berikut ini: “Saya mengidamkan sejuta Yahudi Polandia dibantai. Lalu, mereka mungkin akan sadar bahwa mereka tinggal di ghetto.”
0 Response to "Anti-Semit Polandia dan Zionis"
Post a Comment