Pemikiran negara hukum di negara barat dimulai sejak Plato dengan konsepnya "bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik yang disebutnya dengan istilah nomoi. Kemudian ide tentang negara hukum populer pada abad ke-17 sebagai akibat dari situas politik di Eropa yang didominasi oleh absolutisme.
Konsep negara hukum tersebut selanjutnya berkembang dalam dua sistem hukum yaitu sistem Eropa Kontinental dengan istilah Rechtsstaat dan sistem Anglo-Saxon dengan istilah Rule of Law.
Sistem Hukum Eropa Kontinental yang biasa disebut dengan "Civil Law" berkembang di negara-negara Eropa daratan (Barat), pertama kali di Perancis, kemudian diikuti oleh nega negara Eropa Barat lainnya seperti Belanda, jerman, Belgia, Sw dan Italia selanjutnya berkembang ke Amerika Latin dan Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda dulu). Sedangkan sisten Anglo-Saxon dengan istilah Rule of Law berkembang di negara-negara Anglo-Saxon seperti USA dan negara-negara bagiannya, serta di negara-negara bekas jajahan Inggris
Seorang Pakar Hukum Indonesia, Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa fungsi hukum itu adalah sarana untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum, serta sarana untuk pembaharuan masyarakat. Bertolak dari konsep tentang hukum dan fungsi hukum tersebut, ia berpendapat bahwa pembinaan hukum nasional di Indonesia harus diarahkan pada usaha-usaha:
1. Memperbaharui peraturan-peraturan hukum termasuk penciptaan yang baru dengan menyesuaikannya pada tuntutan perkembangan jaman tanpa mengabaikan kesadaran hukum dalam masyarakat;
2. Menertibkan fungsi lembaga-lembaga hukum sesuai proporsinya masing-masing;
3. Meningkatkan kemampuan dan kewibawaan para penegak hukum;
4. Membina kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah ke arah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Komponen sistem hukum itu, yakni keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat atau negara tidaklah terlepas yang satu dari yang lainnya, melainkan saling berkaitan sehingga mewujudkan suatu kesatuan yang utuh yang dipandang sebagai suatu sistem, dan dinamakan sistem hukum positif.
Sistem hukum positif adalah suatu keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang saling bertautan dan yang tertata berdasarkan asas-asas tertentu sehingga mewujudkan suatu kesatuan yang utuh. Unsurunsur (komponen, sub-sistem) dari sistem hukum positif itu adalah kaidahkaidah hukum dan asas-asas hukum. Ilmu hukum bertugas untuk mensistemisasi unsur-unsur itu, yakni berdasarkan asas-asas tertentu menata dan menyusun unsur-unsur itu sehingga keseluruhannya mewujudkan sebuah sistem yang dapat dipelajari dan dipahami secara sistematis-rasional.
Dengan demikian, asas hukum menjadi semacam sumber untuk menghidupi tata hukumnya dengan nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakatnya. Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang peraturan yang konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum.
Pada umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk peraturan yang konkrit atau pasal-pasal, akan tetapi tidak jarang pula asas hukum dituangkan dalam peraturan konkrit. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaidah atau peraturan yang konkrit. lni berarti menunjuk kepada kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan yang konkrit itu.
Beberapa contoh di bawah ini merupakan asas hukum yang penting:
1. NuIlum crime, noela poena sine lege, tidak ada kejahatan, tidak ada hukuman, tanpa undang-undang;
2. In dubio pro ero, jika ada keraguan maka harus diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi terdakwa;
3. Unus testis nullus testis, kesaksian satu orang bukanlah kesaksian.
4. Pacta sund servanda, janji pengikat para pihak; dan sebagainya.
Konsep negara hukum tersebut selanjutnya berkembang dalam dua sistem hukum yaitu sistem Eropa Kontinental dengan istilah Rechtsstaat dan sistem Anglo-Saxon dengan istilah Rule of Law.
Sistem Hukum Eropa Kontinental yang biasa disebut dengan "Civil Law" berkembang di negara-negara Eropa daratan (Barat), pertama kali di Perancis, kemudian diikuti oleh nega negara Eropa Barat lainnya seperti Belanda, jerman, Belgia, Sw dan Italia selanjutnya berkembang ke Amerika Latin dan Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda dulu). Sedangkan sisten Anglo-Saxon dengan istilah Rule of Law berkembang di negara-negara Anglo-Saxon seperti USA dan negara-negara bagiannya, serta di negara-negara bekas jajahan Inggris
Seorang Pakar Hukum Indonesia, Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa fungsi hukum itu adalah sarana untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum, serta sarana untuk pembaharuan masyarakat. Bertolak dari konsep tentang hukum dan fungsi hukum tersebut, ia berpendapat bahwa pembinaan hukum nasional di Indonesia harus diarahkan pada usaha-usaha:
1. Memperbaharui peraturan-peraturan hukum termasuk penciptaan yang baru dengan menyesuaikannya pada tuntutan perkembangan jaman tanpa mengabaikan kesadaran hukum dalam masyarakat;
2. Menertibkan fungsi lembaga-lembaga hukum sesuai proporsinya masing-masing;
3. Meningkatkan kemampuan dan kewibawaan para penegak hukum;
4. Membina kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah ke arah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Komponen sistem hukum itu, yakni keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat atau negara tidaklah terlepas yang satu dari yang lainnya, melainkan saling berkaitan sehingga mewujudkan suatu kesatuan yang utuh yang dipandang sebagai suatu sistem, dan dinamakan sistem hukum positif.
Sistem hukum positif adalah suatu keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang saling bertautan dan yang tertata berdasarkan asas-asas tertentu sehingga mewujudkan suatu kesatuan yang utuh. Unsurunsur (komponen, sub-sistem) dari sistem hukum positif itu adalah kaidahkaidah hukum dan asas-asas hukum. Ilmu hukum bertugas untuk mensistemisasi unsur-unsur itu, yakni berdasarkan asas-asas tertentu menata dan menyusun unsur-unsur itu sehingga keseluruhannya mewujudkan sebuah sistem yang dapat dipelajari dan dipahami secara sistematis-rasional.
Dengan demikian, asas hukum menjadi semacam sumber untuk menghidupi tata hukumnya dengan nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakatnya. Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang peraturan yang konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum.
Pada umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk peraturan yang konkrit atau pasal-pasal, akan tetapi tidak jarang pula asas hukum dituangkan dalam peraturan konkrit. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaidah atau peraturan yang konkrit. lni berarti menunjuk kepada kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan yang konkrit itu.
Beberapa contoh di bawah ini merupakan asas hukum yang penting:
1. NuIlum crime, noela poena sine lege, tidak ada kejahatan, tidak ada hukuman, tanpa undang-undang;
2. In dubio pro ero, jika ada keraguan maka harus diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi terdakwa;
3. Unus testis nullus testis, kesaksian satu orang bukanlah kesaksian.
4. Pacta sund servanda, janji pengikat para pihak; dan sebagainya.
0 Response to "Cara Penegakan Hukum Yang benar"
Post a Comment