PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi ikan makin digalakkan pemerintah guna memenuhi kebutuhan protein hewani penduduk, menambah pendapatan petani ikan dan pengembangan agribisnis yang dapat memberikan pendapatan bagi negara. Salah satu upaya yang dilakukan dalam peningkatan tersebut adalah penyediaan benih secara kontinyu. Kegiatan tersebut tidak dapat terlepas dari faktor-faktor penunjang antara lain masalah pakan, dalam
kegiatan budidaya ini pakan alami merupakan salah satu elemen penting yang tidak dapat diabaikan.
Fitoplankton merupakan jenis organisme perairan yang memiliki peranan sangat penting dalam dunia perikanan. Keberadaan fitoplankton pada perairan dapat menjadi pedoman dalam menentukan kesuburan suatu perairan.
Perairan yang subur akan jasad renik merupakan penunjang kelangsungan hidup ikan dan jenis organisme air lainnya. Usaha pembenihan udang dan ikan adalah salah satu usaha yang selama ini nyata membutuhkan ketersediaan pakan alami secara terus menerus, mudah diperoleh, bernilai gizi tinggi, lebih murah serta penggunaan yang efektif guna peningkatan produksi benih yang maksimal. Spirulina merupakan salah satu dari jenis mikroalga yang telah banyak digunakan sebagai pakan pada usaha budidaya.
Spirulina merupakan salah satu mikroalga yang bersifat kosmalit yang dapat dibudidayakan pada medium yang berbeda. Penumbuhan Spirulina memerlukan ketersediaan unsur hara yang dapat berasal dari bahan kimia maupun larutan hasil pembusukan atau limbah.
Limbah industri tahu merupakan salah satu limbah industri yang belum banyak dimanfaatkan, sedangkan limbah tersebut diperkirakan masih banyak mengadung unsur yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya dari jenis tanaman mikroalga terutama Spirulina. Limbah cair tahu tersebut dapat dijadikan alternatif baru yang digunakan sebagai pupuk sebab di dalam limbah cair tahu tersebut memiliki ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan oleh Spirulina sp.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Materi
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Malang. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur murni Spirulina sp, pupuk Walne, dan limbah cair tahu. Air tawar dan air laut digunakan sebagai media kultur dengan salinitas 20 ppt.
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi : Mikroskop, stoples kaca, objek dan cover glas, hand tally counter, aerator, selang dan batu aerator, termometer, hand refraktometer, planktonet, pH meter, lampu neon (TL) 40 watt.
Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, perlakuan berupa konsentrasi limbah cair tahu yang berbeda. Perlakuan kontrol tanpa penggunaan limbah cair tahu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Kisaran dosis Nitrat (NO3) untuk pertumbuhan yang optimal fitoplankton adalah 0,9–3,5 ppm, berdasarkan uji pendahuluan pada limbah cair tahu mengandung Nitrat sebesar 14,628 ppm. Kandungan Orthophosfat pada limbah cair tahu sebesar 13,5 ppm (Mackentum, KM, 1969).
Pada penelitian ini terdiri 5 perlakuan dengan 3 ulangan, perlakuan tersebut merupakan konsentrasi limbah cair tahu yang berbeda. Perlakuan tersebut adalah :
Perlakuan A : 0 mg/l
Perlakuan B : 31 mg/l
Perlakuan C : 62 mg/l
Perlakuan D : 93 mg/l
Perlakuan E : 124 mg/l
Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi limbah cair tahu terhadap pertumbuhan populasi Spirulina sp digunakan ANOVA (uji F dengan taraf kepercayaan 95%). Apabila nilai F berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil, untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (perlakuan) dan variabel tergantung (hasil) (Marmono, A, 1992).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kepadatan Sel Spirulina sp.
Hasil pengamatan selama penelitian pengaruh pemberian pupuk organik limbah cair tahu dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Spirulina sp. diperoleh data kepadatan yang berbeda.
Kepadatan sel Spirulina sp. terbesar terjadi pada perlakuan B (dosis limbah cair tahu 31 mg/l) yaitu sebesar 464 sel/ml. Kemudian diikuti oleh perlakuan C (dosis limbah cair tahu 62 mg/l) sebesar 434 sel/ml; D (dosis limbah cair tahu 93 mg/l) sebesar 298,33 sel/ml; E (dosis limbah cair tahu 124 mg/l).
Berdasarkan data hasil penelitian, kepadata sel Spirulina sp. pada awal penelitian secara umum setiap perlakuan masih rendah. Sel Spirulina sp. pada awal pemeliharaan mengalami fase adaptasi, yaitu fase menyesuaikan diri dengan lingkungannya setelah media kultur tersebut diberi pupuk atau nutrien.2Kepadatan sel Spirulina sp. mencapai puncaknya pada hari ke-4 dan ada juga pada hari ke-5. Peningkatan kepadatan sel Spirulina sp. setiap perlakuan berbeda. Perbedaan kepadatan sel tersebut disebabkan adanya kemampuan sel dalam memanfaatkan nutrien untuk pertumbuhannya.
Besarnya kepadatan sel Spirulina sp. pada perlakuan B dikarenakan dosis limbah cair tahu yang diberikan dalam jumlah yang cukup, sehingga Spirulina sp. dapat memanfaatkan nutrien lebih efektif. Untuk perlakuan C, D, E dan A kepadatannya secara berturut-turut lebih rendah dari perlakuan B, dikarenakan semakin tinggi dosis pemberian limbah cair tahu, maka efektivitas pemanfaatan nutrien semakin rendah. Apabila nutrien diberikan pada media kultur dalam jumlah berlebih maka bersifat racun yang dapat menghambat pertumbuhan (Hastuti, DS dan H. Handajani, 2001).
Tingkat efektivitas pemanfaatan nutrien yang rendah dapat juga disebabkan kondisi media kultur yang semakin keruh akibat penumpukan pupuk organik limbah cair tahu. Nutrien media tumbuh Spirulina sp. dapat ditunjukan dengan kandungan phospat dan nitrat media kultur pada akhir penelitian. Kepadatan terendah terjadi pada perlakuan A sebab media kulturnya tanpa pemberian limbah cair tahu sehingga tidak ada nutrienyang bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan.
Kandungan phospat pada perlakuan B paling rendah (Tabel 3) yaitu sebesar 2,098 ppm jika dibandingkan perlakuan A, C, D dan E yang masing-masing adalah 2,741 ppm; 3,047 ppm; 3,618 ppm dan 11,391 ppm. Kecilnya kandungan phospat pada perlakuan B disebabkan kepadatan Spirulina sp. pada media tersebut, sehingga pemanfaatan phospat juga tinggi. Berbeda dengan perlakuan A, C, D dan E yang justru kandungannya semakin tinggi, seiring dengan semakin semakin tingginya dosis limbah cair tahu yang diberikan, kecuali perlakuan A, di mana kandungan phospat disebabkan murni dari penguraian Spirulina sp. yang mati. Semakin tinggi dosis limbah cair tahu yang diberikan maka tingkat kekeruhan juga semakin tinggi, sehingga phospat semakin tidak termanfaatkan. Tingkat kekeruhan yang tinggi menyebabkan phytoplankton tidak bisa memanfaatkan phospat secara efektif (Subarijanti, H.U., 1994).
Kandungan nitrat media kultur pada akhir penelitian juga menunjukan nilai yang berbeda setiap perlakuannya. Perlakuan B mempunyai kandungan nitrat paling tinggi (Tabel 1) yaitu sebesar 21,040 ppm, jika dibandingkan dengan perlakuan A, C, D dan E yang masing-masing adalah 2,914 ppm; 9,123 ppm; 12,440 ppm dan 15,828 ppm. Besarnya kandungan nitrat pada perlakuan B dikarenakan kepadatan Spirulina sp. yang tinggi, sehingga pada saat akhir penelitian, Spirulina sp. mengalami kematian kemudian terurai menjadi nitrat. Untuk perlakuan C, D dan E mempunyai kandungan nitrat yang semakin tinggi seiring dengan tingginya dosis limbah cair tahu yang diberikan selain dipengaruhi juga oleh kematian Spirulina sp. Kandungan nitrat media kultur terendah adalah perlakuan A sebab tidak dilakukan pemberian limbah cair tahu. Kandungan phospat dan nitrat media kultur pada akhir penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan phospat dan nitrat media kultur
Perlakuan | Kandungan Phospat (ppm) | Kandungan Nitrat (ppm) |
A (dosis 0 mg/l) | 2,740 | 2,914 |
B (dosis 31 mg/l) | 2,098 | 21,040 |
C (dosis 62 mg/l) | 3,047 | 9,123 |
D (dosis 93 mg/l) | 3,618 | 12,440 |
E (dosis 124 mg/l) | 11,391 | 15,828 |
2. Pengaruh Pemberian Limbah cair tahu dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan Relatif Populasi Spirulina
Laju pertumbuhan relatif Spirulina sp. dalam penelitian digunakan sebagai parameter utama.
Tabel 2. Daftar laju pertumbuhan relatif populasi Spirulina sp.
Perlakuan (ml/L) | Ulangan | Jumlah | Rerata | ||
I | II | III | |||
A = 0 | 0,0135 | 0,0097 | 0,0019 | 0,0251 | 0,0084 |
B = 32 | 0,3395 | 0,4083 | 0,3588 | 1,1006 | 0,3669 |
C = 64 | 0,3695 | 0,3825 | 0,3478 | 1,0978 | 0,3659 |
D = 96 | 0,2290 | 0,2746 | 0,3096 | 0,8132 | 0,2711 |
E = 128 | 0,1112 | 0,1551 | 0,1843 | 0,4506 | 0,1502 |
Total | 3,4873 | 1,1625 |
Dari Tabel 2 di atas menunjukan bahwa nilai pertumbuhan relatif populasi Spirulina sp. setiap perlakuan berbeda. Perlakuan A (dosis limbah cair tahu 0 mg/l) memberikan laju pertumbuhan relatif sebesar 0,0084; B (dosis 31 mg/l) sebesar 0,3669; C (dosis 64 mg/l) 0,3659; D (dosis 93 ml/l) sebesar 0,2711 dan E (dosis 124 mg/l) sebesar 0,15021.
Berdasarkan analisis kovarian maka dapat dibuktikan bahwa pemberian limbah cair tahu dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata tehadap laju pertumbuhan relatif populasi Spirulina sp. Hal tersebut terbukti dari F hitung lebih besar dari F tabel 1 % (P<0 div="" nbsp="">
Dari uji BNT membuktikan bahwa perlakuan B adalah yang terbaik dengan pertumbuhan relatif sebesar 0,3669, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan C yang mempunyai laju pertumbuhan relatif sebesar 0,3659. Sementara untuk perlakuan D,E dan A masing-masing sebesar 0,2711; 0,1502 dan 0,0084, cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan B dan C.
Berdasarkan uji (BNT) yang telah dilakukan, perlakuan B merupkan perlakuan dengan dosis terbaik, karena dapat menghasilkan laju pertumbuhan relatif terbesar. Besarnya nilai laju pertumbuhan relatif tersebut dimungkinkan karena pemberian limbah cair tahu sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara efektif, selain itu bisa juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang menunjang untuk pertumbuhan Spirulina sp.
Pada dosis pemberian limbah cair tahu di atas 31 mg/l laju pertumbuhan relatif Spirulina sp. terus mengalami penurunan seperti yang terjadi pada perlakuan E sebagai dosis maksimal yang menghasilkan laju pertumbuhan relatif sebesar 0,1502. Penurunan tersebut diduga bahwa nutrien yang berlebih tidak dimanfaatkan secara efektif sehingga akan menghasilkan tumpukan bahan organik yang bersifat racun dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan. Jika nutrien diberikan pada media kultur dalam jumlah berlebih maka bersifat racun yang dapat menghambat pertumbuhan, karena dengan adanya sifat racun maka efektivitas metabolisme sel secara langsung akan terganggu (Hastuti, DS dan H. Handajani, 2001).
3. Kualitas Air Media Kultur Spirulina sp.
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan phytoplankton, antara lain cahaya, suhu, tekanan osmosis dan pH air yang kemungkinan dapat memacu atau menghambat pertumbuhan (Isnansetyo, A. dan Kurniastuty, 1995).
Parameter kualitas air media kultur yang diamati selama penelitian, meliputi suhu, salinitas, pH, phospat dan nitrat. Suhu, salinitas, phospat, dan nitrat dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan Spirulina sp, sedangkan pH sedikit di bawah kisaran optimum.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Pemberian limbah cair tahu dengan dosis berbeda ternyata memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0 div="" laju="" nbsp="" pertumbuhan="" populasi="" relatif="" sp.="" spirulina="" terhadap="">
0>
0>- Dosis pemberian limbah cair tahu yang terbaik untuk laju pertunbuhan relatif populasi Spirulina sp adalah 31 mg/l yaitu pada perlakuan B.
- Pengukuran kualitas air yang dilakukan selama pengamatan (suhu dan salinitas) masih dalam kisaran yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina sp. Sedangkan pH media kultur tidak optimal untuk pertumbuhan Spirulina sp
Saran
Berdaasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ada beberapa saran yang perlu disampaikan antara lain : Untuk kultur Spirulina sp. apabila menggunakan limbah cair tahu pada media tumbuhnya maka dosis yang sebaiknya dipakai adalah 31 ml/l. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kultur Spirulina sp secara massal dengan pemakaian limbah cair tahu sebagai pupuk alternatif .
DAFTAR PUSTAKA
_________ , 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Fogg, GE, 1975. Algae Culture and Fitoplankton Ecology. University of Wiconsin Press. London.
Hastuti, DS dan H. Handajani, 2001. Budidaya Pakan Alami. Fakultas Peternakan-Perikanan UMM. Malang.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty, 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.
Mackentum, KM, 1969. The Practice of Water Pollution Biology. United State Departemen of The Interior. Federal Water Pollutin Controll Administration. Devision of The Technikal Support.
Marmono, A., 1992. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian. Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto.
Mustapa, Syaubari dan Aprillia, 1998. Kajian Awal Pengolahan Limbah Cair Tahu dengan Proses Lumpur Aktif. Fakultas Teknik. Universitas Syiah Kuaka Darussalam. Banda Aceh.
Subarijanti, H.U., 1994. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Plankton. Universitas Brawijaya. Malang.
0 Response to "Cara Meningkatkan Kualitas Produksi Ikan"
Post a Comment