Berita Hangat Hari Ini

Konsep Perumusan Hipotesis

Prinsip Dasar 

Seorang ilmuan sejati dicirikan oleh sikap ilmiah (scien­tific attitute) yaitu suka bertanya (inquiring) and kritis (critical). Modal dasar ini berlaku bagi semua bidang ilmu pengatahuan dan harus dimiliki bila ingin mendapatkan rumusan hipotesis yang baik dan penelitian yang baik. Banyak pertan­yaan yang harus dijawab dalam kehidupan ini, jika mutu kehidu­pan ingin ditingkatkan yaitu apa, dimana, kapan dan bagaimana. Ilmuan tidak akan berhenti pada pertanyaan ini tetapi menyakan lebih lanjut mengapa. 

Ini harus disadari bahwa proses perumusan hipotesis yang dimulai dengan pengajuan pertanyaan tidak selalu berjalan mulus. Ada dua keingin yang dapat bertentangan dalam perumusan hipoteisis yaitu perumusan yang berorientasi ilmiah, yang berasal dari pihak peneliti atau ilmuwan, dan yang berorientasi praktis, yang berasal dari pihak pemberi dana. Keadaan ini dapat berakhir pada hipotesis atau topik penelitian yang keli­hatannya seperti dicari-cari dan mengada-ada. Karena kebuntuan mengakomodasi kedua keinginan tersebut, jalan pintas diambil yaitu jalur yang umum ditempuh peneliti terdahulu dengan sedi­kit perubahan disana-sini. Penelitian demikian dapat berulang- ulang dilakukan hanya karena perbedaan waktu, tempat dll., dengan alasan penelitian demikian belum pernah dilakukan. 

Prinsip dasar lain yang harus dipegang untuk mendapatkan topik penelitian adalah hukum sebab dan akibat. Semua fenomena yang terjadi di alam ini berasal dari hubungan sebab dan akibat yang sesuai dengan pepatah tiada asap kalau tiada api. Dengan perkataan lain suatu fenomena pasti ada sebanya, dan penyebanya ini dapat diketahui apabila fakta-fakta mengenai hal itu dicari dan dikumpulkan dengan cermat. Generalisasi dari fakta-fakta yang dikumpulkan kemudian dapat dirumuskan yang memberikan penjelasan kepada fakta atau observasi. Inilah suatu ciri penelitian ilmiah yaitu mencari hubungan sebab dan akibat. Generalisasi tersebut dapat berguna untuk memberikan arahan pada penelitian selanjutnya. Dalam banyak peristiwa, informasi mengenai akibat lebih sering tersedia, sehingga penelitian akan berfungsi untuk mencari penyebabnya. Tanaman mangga yang umumnya tidak berbunga atau berbuah pada musim penghujan tentu merupakan akibat dari proses dan faktor penyebabnya. Seseorang yang berfikiran ilmiah tidak akan menerima keadaan itu sebagai­mana adanya, tetapi mengajukan pertanyaan; apa yang menyebakan demikian ?. 


 Observasi 

Berdasarkan uraian diatas, sumber masalah dalam penelitian menjadi sangat penting dalam perumusan hipotesis. Banyak peneliti yang akan melakukan suatu penelitian tidak dapat menjawab dengan tegas bila ditanyakan apa masalahnya ?. Perma­salahan diperoleh melalui observasi (pengamatan) yang dilakukan dengan metode ilmiah. Observasi ini sekaligus akan menjadi batasan domain (wawasan atau ruang lingkup) ilmiah. Jadi pembatasan sebaiknya jangan dilakukan terlebih dahulu, seperti dengan pendekatan komoditi, sebelum mendapatkan permasalahan karena tindakan demikian akan mempersempit perolehan masalah. Kemudian sesuatu yang tidak dapat diamati tidak dapat diteliti secara ilmiah, dan pengamatan tidak harus bersifat langsung. Misalnya inti atom atau magnit tidak dapat dirasakan secara langsung melalui panca indera, tetapi pengaruhnya dapat diamati dengan alat. Ini sama halnya dengan jalan pikiran manusia yang tidak dapat diamati langsung, tetapi pengaruhnya yang diwujud­kan dalam tingkah laku dapat diamati. 

Observasi merupakan suatu seni, dan observasi yang jeli diharapkan dapat menghasilkan permasalahan yang menarik, hipo­tesis yang berbobot dan akhirnya topik penelitian yang "mengi­git". Untuk itu. observasi harus dilakukan berdasarkan metode ilmiah yang dicirikan oleh hasilnya yang dapat diulangi. Kalau hasil observasi tidak dapat diulangi, maka itu hanyalah suatu kebetulan yang sulit diketahui proses yang menghasilkannya dan akhirnya faktor-faktor penyebabnya. Keadaan demikian akan membawa kesulitan atau bahkan ketidak-mungkinan dipelajari melalui penelitian. Karena itu pengamatan yang dilakukan dengan tepat menjadi sangat penting dan merupakan bagian yang paling sulit dalam kerangkan penelitian ilmiah. Pengamatan dapat dilakukan melalui semua panca indera; penglihatan, pen­dengaran, perasaan dll, tetapi panca indera sering bekerja secara bias yang menjadi kendala sebagian besar dalam mendapat­kan permasalahan penelitian yang baik atau sesungguhnya. 

Pengamatan tidak selalu berarti kompleks, pengamatan yang sederhana sering menghasikan permasalahan yang berbobot. Newton yang duduk dengan santai dapat melakukan pengamatan yang sangat berarti dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan. Pengamatan yang tidak disengaja tentang kejatuhan sebuah appel membawa Newton mengembangkan hukum gravitasi yaitu setiap benda dalam jagat raya tarik-menarik satu sama lain oleh kekuatan yang semakin besar semakin besar massa benda. Hukum ini kemu­dian dapat menjelaskan pergerakan bulan pada orbit mengitari bumi dan bumi serta planit lain pada masing-masing orbitnya mengitari matahari. Bagaimana Newton membuat penemuan ilmiah besar hanya dari hasil pengamatan sederhana, banyak keadaan demikian sering dihubungkan dengan naluri ilmiah. Naluri ilmiah tentu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan inte­grasi dari berbagai faktor termasuk tingkat penguasaan ilmu pengetahuan. Sir Isaac Newton adalah seorang ahli matematika dan menerbitkan suatu karya tulis berjudul Principia Mathema­tica yang dipertimbangkan kemungkinan sebagai karya tulis paling penting dalam ilmu pengetahuan alam. 

Suatu catatan yang dapat dibuat dari uraian diatas adalah bahwa banyak penemuan besar dihasilkan dari pengamatan yang tidak direncanakan. Ini sulit diterapkan dan hanya orang yang jeli atau mempunyai naluri pengamat yang beruntung dapat mem­buat penemuan besar dari pengamatan yang tidak disengaja, karena kita tidak tau kapan peristiwa demikian terjadi dihada­pan kita. Kendalan lain dalam pengamatan adalah bahwa manusia pada umumnya cenderung melihat apa yang ingin dilihat atau apa yang dipikirkan untuk dilihat. Memang apa yang ada sesungguhn­ya sangat sulit diperoleh akibat pengetahuan yang terbatas. 


Perumusan Masalah 

Setelah hasil pengamatan diperoleh, langkah kedua dari metode ilmiah adalah perumusan masalah yang berfungsi untuk membatasi dan menegaskan permasalahan. Pemikiran yang kritis diperlukan dalam proses ini untuk menilai hasil observasi, dan ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan mengenai hasil pengamatan tersebut. Pertanyaan awal yang perlu dijawab adalah apa masalahnya ? dan apakah masalah itu cukup logis ?. Untuk memperjelas jawaban pertanyaan kedua, terutama bila hasil pengamatan tersebut diperoleh dari penelitian, pertanyaan berikut dapat diajukan yaitu (i) bagaimana hal itu terjadi dan (ii) apa yang menyebabkannya. Pengajuan pertanyaan demikian membedakan ilmuwan dengan orang awam; setiap orang dapat mela­kukan pengamatan, tetapi tidak setiap orang mempunyai kuriosi­tas. 

Suatu kenyataan adalah bahwa tidak semua orang melihat adanya kemungkinan hubungan dari suatu masalah dengan hasil suatu observasi. Sebagaimana diketahui, benda pada ketinggian tertentu yang tidak ditopang akan jatuh ke bumi diterima begitu saja selama ribuan tahun. Ilmuwan tidak menerima sesuatu begitu saja, tetapi menanyakan bahkan dengan risiko menjengkel­kan dan tidak disenangi orang lain. Seorang yang sering menga­jukan pertanyaan yang kritis dapat mendapat kesulitan besar karena dapat dipandang sebagai orang yang tidak manusiawi. Tetapi seseorang harus terus mengajukan pertanyaan jika ingin tetap menjadi ilmuwan, dan orang lain harus bersedia menerima pertanyaan yang menjengkelkan jika ingin mempunyai ilmu penge­tahuan. 

Setiap orang dapat mengajukan pertanyaan, tetapi pertan­yaan yang baik, seperti melakukan observasi yang baik, adalah suatu seni tersendiri. Agar mempunyai nilai ilmiah, suatu pertanyaan harus relevan dan dapat diuji (testable). Kesuli­tannya adalah bahwa sering sangat sulit atau tidak mungkin mengatakan sebelumnya apakah suatu pertanyaan relevan atau tidak relevan, dan dapat diuji atau tidak dapat diuji. Jika seseorang jatuh pingsan ditengah jalan, dan seseorang yang lewat dan ingin membantunya dan mengajukan pertanyaan apakah dia sudah makan. Orang yang tidak mempunyai pengalaman dalam hal ini tidak dapat memutuskan mengenai relevansi pertanyaan ini dengan peristiwa yang terjadi, bahkan dapat mengatakan orang yang mengajukan pertanyaan gila. Pada umumnya, pertan­yaan ilmiah dimulai dengan bagaimana (how) atau apa/apakah (what). Pertanyaan yang dimulai dengan mengapa (why) adalah yang paling sering menyulitkan. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Konsep Perumusan Hipotesis "

Post a Comment