"Kebiasaan menunda.. adalah satu kebiasaan terburuk dari umat
manusia ."
MOTIVASI : Teori, Refleksi dan Aplikasi
By. Zainul Anwar
Berbagai istilah digunakan untuk menyebut kata ‘motivasi’ (motivation) atau
motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan
dorongan (drive). Dalam hal ini, akan digunakan istilah motivasi yang diartikan
sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan
terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar,
bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Untuk memahami tentang motivasi, kita
akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori
Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan
Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori
Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor
H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9)
teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi; (10) teori Motivasi menurut Islam.
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya
berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki
kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti :
rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs),
tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan
harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder.
Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas
adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang
dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas
bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat
pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur
manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin
dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau
“koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang
dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan.
Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu
tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia,
berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam
hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan
papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang
merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia
makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan
tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha
pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya,
sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin
menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan
manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam
hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu
yang akan datang;
- Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya
suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan itu. Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan
ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan
mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada
kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau
Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai
dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray merumuskan kebutuhan
akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek
fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan
seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala,
mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu
menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui
penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high
achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk
mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan
(3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
a. Need For achievment.
Ada beberapa orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka
lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka
bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien jika
dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Ciri-ciri :
Ø Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
Ø Mencari feedback tentang perbuatannya.
Ø Memilih resiko yang sedang di dalam perbuatannya.
Ø Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.
b. Need for affiliation.
Kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam kehidupannya atau hubungannya
dengan orang lain. Kebutuhan ini akan mengarahkan tingkah laku individu untuk
melekukan hubungan yang akrab dengan orang lain. Orang-orang dengan need
affiliation yang tinggi ialah orang yang berusaha mendapatkan persahabatan.
Ciri-ciri :
Ø Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya
daripada segi tugas-tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut.
Ø Melakukan pekerjaannya lebih efektif apbila bekerjasama dengan orang lain
dalam suasana yang lebih kooperatif.
Ø Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
Ø Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian
Ø Selalu berusaha menghindari konflik.
c. Need for power.
Adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, intuk
mempengaruhi orang lain dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain.
Ciri-ciri :
Ø Menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan.
Ø Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi
dimanapun dia
berada.
Ø Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat
mencerminkan prestise.
Ø Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau
organiasi.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori
Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence
(kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan
dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan). Jika makna tiga
istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting.
Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang
dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness”
senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan
“Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow.
Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu
diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih
lanjut akan tampak bahwa :
- Makin
tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan
untuk memuaskannya
- Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan
- Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam
pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model
Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau
“pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang
mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam
diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan
adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar
diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain
ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,
kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene
atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi,
hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan
rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia,
kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan
sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam
kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat
ekstrinsik.
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi
dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai
persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat
terjadi, yaitu:
- Seorang
akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
- Mengurangi
intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan
empat hal sebagai pembanding, yaitu :
- Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan
kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan
pengalamannya;
- Imbalan
yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri
- Imbalan
yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama
serta melakukan kegiatan sejenis;
- Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para
pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai
persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila
sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi,
seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya
kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan
dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan
pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b)
tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation”
mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut
teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh
seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada
hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan
sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan
akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa
jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu
cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya
itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori
harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya
bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang
diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan
keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan
bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya,
apalagi cara untuk memperolehnya
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat
digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan
seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat
subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku
dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut
berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang
mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan
tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian
dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat.
Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu
terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan
berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan
komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya
diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali
mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi
indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi
negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu
datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk
modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang
harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya”
yang manusiawi pula
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang
sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para
ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang
terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi
satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model
tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan
prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada
faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b)
harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan
kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat
pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat
bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku
dan cara penerapannya.
10. Teori motivasi menurut Islam
Motivasi adalah kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakkan
individu untuk berbuat. Jadi suatu kekuatan atau keinginan yang datang dari
dalam hati nurani manusia untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.
Apabila hati dan pikiran seseorang bersih dari hal-hal yan dilarang maka
motivasi itu akan mudah muncul sehingga ia akan mudah juga dalam melakukan
sesuatu perbuatan tertentu tanpa harus memikirkannya terlebih dahulu. Salah
satunya adalah adanya motivasi dalam belajar, dengan hati bersih maka ilmu akan
mudah diterima dan ilmu tersebut dapat melekat dipikiran dan hatinya sehingga menjadi
ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Adapun ayat dan hadits yang berkenaan dengan motivasi dalam Islam terutama
motivasi untuk menuntut ilmu atau motivasi belajar adalah:
Ayat Al Qur’an.
Artinya: .... “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Mujadilah: 11)
Artinya: ....Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Q.S. Az-Zumar: 9)
Hadits Nabi Saw.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Artinya: “Menuntut ilmu wajib atas tiap-tiap muslim laki-laki dan muslim
perempuan”.
اُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى الَّحْدِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”.
فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى
سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. (رواه ابو داود والترمذى والنسائى وابن ماجة عن ابى الدرداى)
Artinya: “Kelebihan orang yang berilmu dari orang yang beribadah (yang
bodoh) bagaikan kelebihan bulan pada malam purnama dan semua bintang-bintang
yang lain.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu
Majah dari Abu Darda).
Dalam hadits-hadits ini sangat jelas sekali memberikan motivasi kepada
manusia bahkan mewajibkan kepada tiap-tiap muslim baik laki-laki maupun
perempuan untuk selalu belajar dan menuntut ilmu dan kedudukan orang yang
berilmu itu melebihi daripada orang yang beribadah (yang bodoh) yang tanpa ilmu
pengetahuan bagaikan bulan di antara bintang-bintang.
Manusia memiliki kesempatan waktu yang sama antara satu dan lainnya,
yaitu 24 jam sehari,
yang membedakan orang sukses dan tidak hanyalah tentang bagaimana
mereka memanfaatkan waktu itu”
0 Response to "MOTIVASI & ICE BREAKING"
Post a Comment