Bagian Kelima – Perubahan Permohonan
Pasal 35
Permohonan dapat diubah dengan cara mengubah deskripsi dan/atau klaim dengan ketentuan bahwa perubahan tersebut tidak memperluas lingkup Invensi yang telah diajukan dalam Permohonan semula.
Pasal 36
(1) Pemohon dapat mengajukan pemecahan Permohonan semula apabila suatu Permohonan terdiri atas beberapa Invensi yang tidak merupakan satu kesatuan Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara terpisah dalam satu Permohonan atau lebih dengan ketentuan bahwa lingkup perlindungan yang dimohonkan dalam setiap Permohonan tersebut tidak memperluas lingkup perlindungan yang telah diajukan dalam Permohonan semula.
(3) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan paling lama sebelum Permohonan semula tersebut diberi keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) atau Pasal 56 ayat (1).
(4) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 24, dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan Tanggal Penerimaan semula.
(5) Dalam hal Pemohon tidak mengajukan Permohonan pemecahan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemeriksaan substantif atas Permohonan hanya dilakukan terhadap Invensi sebagaimana dinyatakan dalam urutan klaim yang pertama dalam Permohonan semula.
Pasal 37
Permohonan dapat diubah dari Paten menjadi Paten Sederhana atau sebaliknya oleh Pemohon dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Keenam – Penarikan Kembali Permohonan
Pasal 39
(1) Permohonan dapat ditarik kembali oleh Pemohon dengan mengajukannya secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penarikan kembali Permohonan diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Ketujuh – Larangan Mengajukan Permohonan dan Kewajiban Menjaga Kerahasiaan
Pasal 40
Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun atau sesudah berhenti karena alasan apa pun dari Direktorat Jenderal, pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya bekerja untuk dan atas nama Direktorat Jenderal, dilarang mengajukan Permohonan, memperoleh Paten, atau dengan cara apa pun memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan Paten, kecuali apabila pemilikan Paten itu diperoleh karena pewarisan.
Pasal 41
Terhitung sejak Tanggal Penerimaan, seluruh aparat Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya terkait dengan tugas Direktorat Jenderal wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh dokumen Permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.
BAB IV – PENGUMUMAN DAN PEMERIKSAAN SUBSTANTIF
Bagian Pertama – Pengumuman Permohonan
Pasal 42
(1) Direktorat Jenderal mengumumkan Permohonan yang telah memenuhi ketentuan Pasal 24.
(2) Pengumuman dilakukan:
a. dalam hal Paten, segera setelah 18 (delapan belas) bulan sejak Tanggal Penerimaan atau segera setelah 18 (delapan belas) bulan sejak tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; atau
b. dalam hal Paten Sederhana, segera setelah 3 (tiga) bulan sejak Tanggal Penerimaan.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan lebih awal atas permintaan Pemohon dengan dikenai biaya.
Pasal 43
(1) Pengumuman dilakukan dengan:
a. menempatkannya dalam Berita Resmi Paten yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal; dan/atau
b. menempatkannya pada sarana khusus yang disediakan oleh Direktorat Jenderal yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat.
(2) Tanggal mulai diumumkannya Permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44
(1) Pengumuman dilaksanakan selama:
a. 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya Permohonan Paten;
b. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya Permohonan Paten Sederhana.
(2) Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
a. nama dan kewarganegaraan Inventor;
b. nama dan alamat lengkap Pemohon dan Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
c. judul Invensi;
d. Tanggal Penerimaan; dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas, tanggal prioritas, nomor, dan negara tempat Permohonan yang pertama kali diajukan;
e. abstrak;
f. klasifikasi Invensi;
g. gambar, jika ada;
h. nomor pengumuman; dan
i. nomor Permohonan.
Pasal 45
(1) Setiap pihak dapat melihat pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan dapat mengajukan secara tertulis pandangan dan/atau keberatannya atas Permohonan yang bersangkutan dengan mencantumkan alasannya.
(2) Dalam hal terdapat pandangan dan/atau keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal segera mengirimkan salinan surat yang berisikan pandangan dan/atau keberatan tersebut kepada Pemohon.
(3) Pemohon berhak mengajukan secara tertulis sanggahan dan penjelasan terhadap pandangan dan/atau keberatan tersebut kepada Direktorat Jenderal.
(4) Direktorat Jenderal menggunakan pandangan dan/atau keberatan, sanggahan, dan/atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sebagai tambahan bahan pertimbangan dalam tahap pemeriksaan substantif.
Pasal 46
(1) Setelah berkonsultasi dengan instansi Pemerintah yang tugas dan wewenangnya berkaitan dengan pertahanan dan keamanan Negara, apabila diperlukan, Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dapat menetapkan untuk tidak mengumumkan Permohonan apabila menurut pertimbangannya, pengumuman Invensi tersebut diperkirakan akan dapat mengganggu atau bertentangan dengan kepentingan pertahanan keamanan Negara.
(2) Ketetapan untuk tidak mengumumkan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada Pemohon atau Kuasanya.
(3) Konsultasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk penyampaian informasi mengenai Invensi yang dimohonkan yang kemudian berakhir dengan ketetapan tidak diumumkannya Permohonan, tidak dianggap sebagai pelanggaran kewajiban untuk menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap mewajibkan instansi Pemerintah yang bersangkutan beserta aparatnya untuk tetap menjaga kerahasiaan Invensi dan dokumen Permohonan yang dikonsultasikan kepadanya terhadap pihak ketiga.
Pasal 47
(1) Terhadap Permohonan yang tidak diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilakukan pemeriksaan substantif setelah 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan Direktorat Jenderal mengenai tidak diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.
(2) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai biaya.
Bagian Kedua – Pemeriksaan Substantif
Pasal 48
(1) Permohonan pemeriksaan substantif diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.
(2) Tata cara dan syarat-syarat permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 49
(1) Permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) diajukan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
(2) Apabila permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau biaya untuk itu tidak dibayar, Permohonan dianggap ditarik kembali.
(3) Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis Permohonan yang dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemohon atau Kuasanya.
(4) Apabila permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman yang dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), pemeriksaan itu dilakukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman.
(5) Apabila permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman yang dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), pemeriksaan substantif dilakukan setelah tanggal diterimanya permohonan pemeriksaan substantif tersebut.
Pasal 50
(1) Untuk keperluan pemeriksaan substantif, Direktorat Jenderal dapat meminta bantuan ahli dan/atau menggunakan fasilitas yang diperlukan dari instansi Pemerintah terkait atau Pemeriksa Paten dari kantor Paten negara lain.
(2) Penggunaan bantuan ahli, fasilitas, atau Pemeriksa Paten dari kantor Paten negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41.
Pasal 51
(1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa.
(2) Pemeriksa pada Direktorat Jenderal berkedudukan sebagai pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Kepada Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52
(1) Apabila Pemeriksa melaporkan bahwa Invensi yang dimintakan Paten terdapat ketidakjelasan atau kekurangan lain yang dinilai penting, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis adanya ketidakjelasan atau kekurangan tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya guna meminta tanggapan atau kelengkapan atas kekurangan tersebut.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan rinci serta mencantumkan hal yang dinilai tidak jelas atau kekurangan lain yang dinilai penting dengan disertai alasan dan acuan yang digunakan dalam pemeriksaan substantif, berikut jangka waktu pemenuhannya.
Pasal 53
Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) Pemohon tidak memberikan tanggapan, atau tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, atau tidak melakukan perbaikan terhadap Permohonan yang telah diajukannya dalam waktu yang telah ditentukan Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2), Permohonan tersebut dianggap ditarik kembali dan diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon.
0 Response to "Tentang Perubahan Permohonon Paten"
Post a Comment