Berita Hangat Hari Ini

JENIS KANKER DI DUNIA

PENDAHULUAN 


Sekitar 15 jenis kanker terbanyak di dunia, tiga diantaranya adalah kanker ginekologi, yaitu kanker serviks, kanker ovarium, dan kanker uterus. Distribusi menurut epidemiologi adalah kanker vulva 0,6%, kanker vagina 0,3%, kanker serviks uteri 69,1%, kanker korpus uteri 3,2%, kanker ovarium 21%, koriokanker 5,5%, dan kanker tuba 0,2%. Keganasan ovarium dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi tipe histologi berbeda tiap-tiap kelompok umur. Pada usia kurang dari 20 tahun pada umumnya tipe germ cell, sedangkan tipe epitelial sering pada usia lebih dari 50 tahun. Insidensi meningkat dengan semakin tuanya usia, diperkirakan 15 kasus baru per 100.000 populasi per tahun pada wanita usia 40–44 tahun, menjadi paling tinggi dengan angka 57 per 100.000 pada usia 70–74 tahun dan angka harapan hidup 5 tahun secara keseluruhan hanya 30%. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian kanker ke-4 setelah kanker paru, payudara, dan kolon.1-3 



Masalah penyakit kanker ovarium di negara berkembang memiliki insidensi dan prevalensi yang cukup tinggi, banyak kasus datang pada stadium lanjut menyebabkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada penderita. Kendala faktor ekonomi termasuk biaya diagnostik dan terapi sangat tinggi, masalah deteksi dini dipersulit dengan gejala awal penyakit yang tidak spesifik dan belum ada metode skrining yang efektif mengakibatkan 70% kasus kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut dan sudah menyebar jauh diluar ovarium. Penyebaran melalui perluasan lesi lokal, kelenjar limfatik, implantasi intraperitoneal, hematogen, dan transdiafragma memungkinkan terjadinya kanker pada organ tubuh lainnya (sekunder). Prognosis diperburuk dengan semakin tingginya stadium penyakit pada saat pertama kali didiagnosa.4 



Terapi optimal kanker sangat ditentukan oleh stadium, derajat diferensiasi, fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama operasi pengangkatan tumor primer dan metastasisnya, dan bila diperlukan diberikan terapi adjuvan seperti kemoterapi, radioterapi (intraperitoneal radiocolloid atau whole abdomimal radiation), imunoterapi/terapi biologi, dan terapi hormon. Tindakan operasi yang dimaksud adalah surgical staging, suatu tindakan bedah laparotomi eksplorasi yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker sehingga dapat menentukan stadium klinik suatu kanker dan juga menentukan terapi adjuvan yang perlu diberikan (kemoterapi). Pemberian kemoterapi sebelum operasi (kemoterapi neoadjuvant) bertujuan menekan pertumbuhan tumor dan mengurangi perlengkatan dengan jaringan sekitarnya sehingga memudahkan teknik operasi dan bila sudah memungkinkan maka akan dilakukan surgical staging. Pemberian kemoterapi setelah operasi dilakukan pada kanker ovarium stadium dini-kelompok risiko tinggi (stadium 1 dengan derajat diferensiasi 3, stadium 1C, stadium II, tumor jenis clear cell), dan bila ada kecurigaan terdapat residual massa tumor (operasi debulking/sitoeduksi pada stadium lanjut).3,5,6 



Kontroversi terhadap masalah pemilihan resimen kemoterapi, variasi durasi waktu pemberian, dan besarnya dosis masih belum ditemukan suatu kesepakatan, dimana semua itu bertujuan untuk memperoleh hasil yang paling efektif dengan efek samping yang minimal, dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup yang baik. Salah satu jenis resimen kemoterapi untuk kanker ovarium yang menjadi topik hangat untuk diteliti adalah kombinasi golongan taxane (paclitaxel, docetaxel) dengan golongan platinum-based (cisplatin, carboplatin) dimana kombinasi obat ini awalnya sebagai kemotarepi lini kedua, tetapi sekarang telah menjadi pilihan utama.7,8 


Paclitaxel mulai diketahui mempunyai efek anti kanker sekitar tahun 1960-an. Obat ini berasal dari ekstrak kulit pohon pinus Pasifik (Taxus brevifolia) yang tumbuh banyak di British Columbia, Alaska, California, Montana, Oregon, dan Washington. Baru sekitar tahun 1995 berhasil dibuat semisintetiknya. Sekarang, seluruh produksi paclitaxel menggunakan teknologi fermentasi sel tumbuhan. Kombinasi paclitaxel-carboplatin lebih sering digunakan oleh karena memiliki efek samping yang lebih bisa ditoleransi/lebih ringan dibandingkan paclitaxel-cisplatin, walaupun dari segi respons terapi tidak tampak adanya perbedaan. Pada awal pemasarannya, cara pemberian (original schedule) paclitaxel yang disepakati para ahli adalah dalam infus selama 24 jam tetapi dalam perjalanannya dari berbagai penelitian dan pengalaman klinis didapatkan banyak laporan bahwa infus 24 jam memiliki beberapa kelemahan secara signifikan menyebabkan efek samping myelosupresi yaitu neutropeni, tingkat kenyamanan pasien terabaikan oleh karena lamanya pemberian infus sehingga meningkatkan risiko infeksi nosokomial, tanpa mengesampingkan faktor besarnya dosis dan kombinasi dengan golongan platinum-based, serta memerlukan biaya lebih besar karena lebih lama berada di rumah sakit. Hal ini membuat para ahli di masing-masing pusat pendidikan dan penelitian memberikan secara bervariasi mulai dari infus 1 jam, 3 jam, 6 jam, 24 jam, dan 96 jam.9-12 



Dari literatur dan beberapa studi dikatakan bahwa perbedaan dosis yaitu 135 mg/m2 pada durasi infus 24 jam, sedangkan dosis 175 mg/m2 pada durasi infus 3 jam merupakan suatu standar baku yang telah disepakati secara internasional (FIGO). Diantara kelompok infus 3 jam dan 24 jam tersebut, tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap progression/desease free dan survival rate antara pemberian paclitaxel infus 3 jam dan 24 jam. Studi yang dilakukan oleh European-Canadian study pada pasien kanker ovarium yang membandingkan paclitaxel 175 mg/m2 atau 135 mg/m2 dalam infus 3 jam atau 24 jam menyimpulkan tidak didapatkan perbedaan efektifitas secara statistik walaupun progression-free survival lebih lama pada pemberian dosis yang lebih besar (19 minggu versus 14 minggu). Penelitian yang dilakukan GOG (Gynecologic Oncology Group) terhadap perbedaan besar dosis paclitaxel 175 mg/m2 dengan 250 mg/m2 dalam 24 jam pada penderita kanker ovarium yang recurrent menyimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap waktu desease progression atau survival rate. Penelitian dari National Surgeri Adjuvant Breast and Bowel Project Protocol B-26 yang membandingkan pemberian paclitaxel 250 mg/m2 dalam infus 3 jam atau 24 jam menyimpulkan tidak didapatkan perbedaan efektifitas secara statistik terhadap desease free atau survival rate, walaupun ada peningkatan response rate pada infus 3 jam. Bila ditinjau dari aspek biaya, walaupun selisih perbedaan biaya pada kedua kelompok tidak mencolok karena pada infus 24 jam dosis obat lebih kecil tetapi secara keseluruhan, penggunaan infus 3 jam lebih murah daripada 24 jam.8,11,13 



Efek samping suatu obat kemoterapi adalah hasil dari hubungan antara farmakokinetik dan farmakodinamik. Dari literatur dan beberapa studi yang mengevaluasi efek samping diantara durasi infus 3 jam dan 24 jam didapatkan hasil yang berbeda-beda, baik dari keluhan hipersensitivitas, mual-muntah, renotoksik, hepatotoksik, neuropati perifer, dan neutropeni. Beberapa penelitian menyatakan kejadian yang tersebut diatas ada yang lebih tinggi/rendah, tetapi beberapa menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari efek samping pemberian infus paclitaxel-carboplatin, mencakup besar dosis, interval antar pemberian, dan durasi waktu yang bertujuan meningkatkan pengetahuan tentang absorbsi, distribusi, metabolisme, eliminasi obat, profil obat terhadap respons dan efektifitasnya.14-17 



Sejauh ini, belum ada penelitian yang mengevaluasi efek samping dari perbedaan durasi pemberian infus obat kemoterapi pada masyarakat Indonesia. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya dengan latar belakang jumlah pasien yang cukup banyak dengan BOR (Bed Ocupancy Rate) lebih dari 100% menyebabkan antrian pasien menumpuk kira-kira 5–6 pasien baru harus antri dalam setiap harinya untuk menjalani kemoterapi. Atas pertimbangan efisiensi waktu yang lebih singkat maka saat ini kami telah memakai paclitaxel infus durasi 3 jam. Berangkat dari hal tersebut, maka peneliti ingin membandingkan pemberian paclitaxel-carboplatin infus 3 jam dan 24 jam, ditinjau dari angka kejadian neutropeni (hematologi) dan neuropati perifer (non-hematologi) pada masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pemberian kemoterapi paclitaxel-carboplatin yang memberikan efek samping paling minimal pada penderita kanker ovarium stadium I–IV di RSU Dr. Soetomo Surabaya, juga membandingkan kejadian neutropeni akibat kemoterapi adjuvan paclitaxel-carboplatin antara paclitaxel infus 24 jam dengan infus 3 jam pada penderita kanker ovarium, dan membandingkan kejadian neuropati perifer akibat kemoterapi adjuvan paclitaxel-carboplatin antara paclitaxel infus 24 jam dengan infus 3 jam pada penderita kanker ovarium. Dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui metode yang paling efektif dipandang dari faktor lama pemberian, besar dosis, dan efek samping yang paling minimal, sekiranya dapat menjadi dasar dalam penatalaksanaan kanker ovarium di masa yang akan datang, serta dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada penderita kanker, serta meningkatkan kualitas hidup pasien khususnya penderita kanker ovarium. Selain itu juga diharapkan menguatkan teori tentang peranan kemoterapi paclitaxel-carboplatin sebagai first line antikanker dan mendapatkan data dasar baru mengenai penatalaksanaan kemoterapi paclitaxel-carboplatin pada kasus kanker ovarium di RSU Dr. Soetomo Surabaya. 



Pada pemberian paclitaxel dengan infus durasi 3 jam, setelah masuk pembuluh darah maka obat akan langsung didistribusikan sampai pada target organ. Pada pemberian dengan durasi singkat, maka obat ini akan terdistribusikan hanya sampai pada kompartemen I (sentral) yaitu suatu area imajinasi dimana meliputi organ-organ tubuh yang mempunyai pembuluh darah besar dan kecepatan aliran yang sangat baik seperti otak, saraf, jantung, hati, dan ginjal. Hal ini menyebabkan Cmax ↑, Tmax <, AUC ↑, Vss ↓, MRT ↓ menghasilkan steady state cepat dan paparan singkat, menyebabkan singkatnya kadar konsentrasi obat dalam plasma yang dipertahankan diatas tingkat ambang biologis (T >) yaitu 0,05 sampai 0,1 μmol/L Obat akan menembus membran sel dan berinteraksi dengan berbagai substansi dan molekul regulator pada reseptor mikotubulus di sitoplasma sehingga menyebabkan distorsi/kerusakan mikrotubulus. Sinyal ini kemudian ditangkap oleh penginduksi tumor suppressor gene p53 pada nukleus dan Cyclin Dependent Kinase Inhibitor agar siklus sel berhenti pada fase G2/M untuk memperbaiki kerusakan mikrotubulus. Bila kerusakan tersebut tidak bisa diperbaiki maka akan terjadi peningkatan faktor-faktor pro-apoptosis (Bax, Bak, Bim, Bok, Bad) dan penurunan faktor-faktor antiapoptosis (Bcl-2 dan Bcl-x) di mitokrodria dan mengaktivasi sitokrom C, APAF-1 dan caspase 9 untuk terjadinya proses apoptosis. Pada kompartemen I ini aliran dan kecepatan darah pada organ saraf lebih cepat/baik dibandingkan sumsum tulang maka pemberian dengan durasi paclitaxel yang singkat akan terjadi apoptosis sel neuron lebih besar daripada sel hemopoetik sehingga efek samping neuropati perifer akan lebih besar. Pada pemberian paclitaxel dengan infus durasi 24 jam, perbedaan secara farmakokinetik adalah Cmax ↓, Tmax >, AUC ↓, Vss ↑, MRT ↑ menghasilkan steady state lambat dan paparan lama sehingga obat akan masuk pada kompartemen II (jaringan) menembus sumsum tulang mempengaruhi tahap-tahap pembelahan dan maturasi sel hematopoetik/ sel hemositoblas akibat gangguan transport spindle mitosis yang menyebabkan defek maturasi dan apoptosis sel hemopoetik lebih besar maka efek samping neutropeni akan lebih nyata. Pada pemberian carboplatin infus dengan durasi 1 jam maka secara farmakokinetik-farmakodinamik juga sama dengan infus paclitaxel 3 jam. Yang berbeda adalah target organ yang dipengaruhi yaitu DNA sel. Obat tidak sampai masuk pada kompartemen jaringan menyebabkan distribusi (MRT) dan eliminasi akan menjadi jenuh sebanding dengan lama paparan dan dosis obat akan menghambat sel badan neuron dan sel Schwann yang mempunyai kecepatan sikulasi pembuluh darah sangat baik dan siklus selnya berlangsung cepat, fase G2/M berlangsung 3–4 jam Pada akhirnya hal ini menyebabkan meningkatnya kejadian neuropati perifer. 

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "JENIS KANKER DI DUNIA"

Post a Comment