Paracetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/ml. Selain itu paracetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan.
Dosis paracetamol untuk dewasa 300 mg-1 gram per kali, dengan maksimum 4 g per hari; untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2 g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60 – 120 mg/kali dan bayi di bawah 1 tahun: 60 mg/kali; pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari.
Indikasi:
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesic dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Selain analgesic lainnya, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesic. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, paracetamol sering dikombinasi dengan AINS untuk efek analgesic.
Kontra indikasi:
Toksisitas akut
Akibat dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati. Nekrosis tubulus renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kg BB) parasetamol. Gejala pada hari pertama keracunan akut parasetamol belum mencerminkan bahaya yang mengancam. Anoreksia, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar dapat terjadi pada hari kedua , dengan gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan serum dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Masa paruh paracetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan terjadinya nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 12 jam meramalkan akan terjadinya koma hepatic. Penentuan kadar perasetamol sesaat kurang peka untuk meramalkan terjadinya kerusakan hati. Kerusakan ini tidak hanya disebabkan oleh parasetamol, tetapi juga oleh radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif yang berikatan secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Karena itu hepatotoksisitas parasetamol meningkat pada pasien yang juga mendapat barbiturat, antikonvulsi lain atau pada alkoholik yang kronis. Keracunan yang timbul berupa nekrosis sentrilobularis. Keracunan akut ini biasanya diobati secra simtomatik dan suportifm tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya dapat bermanfaat, yaitu dengan memperbaiki cadangan glutation hati. N-asetilsis-tein cukup efektif bila diberikan per oral 24 jam setelah minum dosis toksik parasetamol.
Efekantipiretikditimbulkanolehgugusaminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebihdikenal dengan nama parasetamol, dantersediasebagaiobatbebas. Walaudemikian, laporankerusakan fatal heparakibatoverdosisakutperludiperhatikan. Tetapiperludiperhatikanpemakaimaupundokterbahwaefek anti-inflamasiparasetamol hamper tidakada.
FARMAKODINAMIK
Efek analgesic parasetamoldanfenasetinserupadengansalisilatyaitumenghilangkanataumenguranginyeriringansampaisedang. Keduanyamenurunkansuhutubuhdenganmekanisme yang didugajugaberdasarkanefeksentralsepertisalisilat.
Efek anti-inflamasinyasangatlemah, olehkarenaituparasetamoldanfenasetintidakdigunakansebagaiantireumatik. Parasetamolmerupakanpenghambatbiosintesis PG yang lemah. Efekiritasi, erosi, danperdarahanlambungtidakterlihatpadakeduaobatini, demikianjugagangguanpernapasandankeseimbanganasambasa.
FARMAKOKINETIK
Praasetamoldanfenasetindiabsorpsicepatdansempurnamelaluisalurancerna. Konsentrasitertinggidalam plasma dicapaidalamwaktu 0,5 jam danmasaparuh plasma antara 1-3 jam. Obatinitersebarkeseluruhcairantubuh. Dalam plasma, 25% parasetamoldan 30% fenasetinterikat protein plasma. Keduaobatinidimetabolismeolehenzimmikrosomhati. Sebagianasetaminofen (80%) dikonjugasidenganasamglukuronatdansebagiankecillainnyadenganasamsulfat. Selainitukeduaobatinijugadapatmengalamihidroksilasi . Metabolithasilhidroksilasiinidapatmenimbulkanmethemoglobinemiadanhemolisiseritrosit. Keduaobatinidiekskresimelaluiginjal, sebagiankecilsebagaiparasetamol (3%) dansebagianbesardalambentukterkonjugasi.
Efek Samping: Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jerang terjadi. Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal. Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena hanya kira- kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb. Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak. Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat asetosal daripada fenasetin. Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati analgesic.
0 Response to "ASETAMINOFEN (PARACETAMOL)"
Post a Comment