Berita Hangat Hari Ini

Research Gap Peranan

Peranan modal sosial 

Penelitian Stam et al (2006) memfokuskan peran jejaring intra dan ekstra industri sebagai salah satu unsur pembentuk modal sosial sebagai mediasi yang memperkuat hubungan antara orientasi entrepreneur dengan kinerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jaringan sebagai ikatan-ikatan penghubung perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Lee et al (2007) pada industri terkemuka di Taiwan dan penelitian lanjutan Stam et al (2008) pada industri software open source Belanda menempatkan modal sosial sebagai variabel yang memoderasi hubungan antara orientasi entrepreneur dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitian keduanya menunjukkan modal sosial yang tinggi akan memperkuat hubungan antara orientasi entrepreneu dengan kinerja. Kombinasi sentralitas jaringan yang tinggi dan ikatan-ikatan penghubung yang ekstensif memperkuat hubungan diantara orientasi entrepreneur dengan kinerja. Diantara perusahaan-perusahaan baru dengan sedikit ikatan penghubung, sentralitas jaringan memperlemah hubungan orientasi entrepreneur dengan kinerja (Stam et al, 2008) 

Studi Ahuja (2000), Landry et al (2002) menyatakan modal sosial yang berupa jejaring meningkatkan inovasi organisasi yang akan meningkatkan kinerja perusahaan. Jejaring akan mempunyai implikasi kesejahteraan jangka pendek maupun panjang melalui proses inovasi, kemitraan (Goyal, 2003) dan pengembangan produk baru (Grave, 2003). Namun berbeda dari penelitian Bat Batjargal (2000) yang menyimpulkan bahwa jejaring tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kinerja. 

Studi Kate et al (2000) menyatakan bahwa modal sosial yang berupa kepercayaan yang merupakan suatu modal sosial akan membantu perlindungan yang akan mendukung peningkatan inovasi, selanjutnya kinerja akan lebih efektif. Studi Morgant dan Hunt (1994), Donney dan Cannon (1997) menyatakan kepercayaan dimaknai sebagai keinginan untuk membentuk hubungan yang baik dan saling menguntungkan yang selanjutnya akan meningkatkan inovasi organisasi. 

Peranan pembelajaran organisasional 



Sejak penelitian Argyris dan Schon (1978) mengenai pembelajaran organisasional dalam pengingkatan kinerja organisasi telah tumbuh pesat ragam penelitian dengan yang berkaitan dengan pembelajaran organisasional tersebut. Salah satu faktor yang mendorong ketertarikan para peneliti adalah peranan penting pembelajaran organisasional bagi kemampuan adaptasi perusahaan pada lingkungan yang dinamis atau kondisi-kondisi yang kompetitif (Moingeon dan Edmundson, 1996). Isu strategis dari pembelajaran organisasional mencakup pencapaian pemahaman, interpretasi dan pandangan yang berbeda-beda berkenaan dengan organisasi dan lingkungannya (Wolf et al, 1996). Kekaburan pendapat yang belum dapat disimpulkan secara baik tentang pengaruh pembelajaran organisasional terhadap kinerja perusahaan menyebabkan Lumpkin dan Dess (1996) menyarankan dilakukannya penelitian menganai dampak kontingensi dari sejumlah variabel terhadap hubungan orientasi entrepreneurial dengan kinerja organisasi. 

Wiklund dan Shepard (2003) mencoba meneliti secara empiris pengaruh pembelajaran organisasional terhadap kinerja organisasi dengan memasukan variabel orientasi entrepreneurial sebagai variabel moderasi. Hasil penelitiannya menunjukkan orientasi entrepreneurial benar-benar memoderasi hubungan antara pembelajaran organisasional (yang diukur dengan akumulasi pengetahuan) dengan kinerja organisasi. 

Berbeda dengan penelitian Wiklund dan Shepard (2003), serta Wolf dan Pett (2006), penelitian Real, Leal dan Roldan (2006) pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Spanyol memasukan pembelajaran organisasional sebagai variabel yang memediasi hubungan antara orientasi entrepreneur dengan kinerja organisasi. Organisasi yang memiliki orientasi entrepreneur yang kuat akan meningkatkan pembelajaran organisasional guna menghasilkan komperensi yang lebih baik. Peningkatan kompetensi organisasi pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. 

Peranan Inovasi 



Hasil penelitian mengenai keterkaitan kompetensi entrepreneur dalam berinovasi dengan kinerja sampai saat ini masih belum konsisten. Penelitian Lawless dan Anderson (1996) menemukan bahwa strategi inovasi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, akan tetapi pengaruh itu tergantung pada kompleksitas pasar yang dihadapi. Penelitian lain menunjukkan bahwa strategi inovasi benar-benar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan (Sharma dan Fisher, 1997). Inovasi berbasis teknologi maupun inovasi berbasis pasar, keduanya mempengaruhi secara langsung kinerja organisasi. Sementara itu, dalam penelitian yang mengkaitkan daya inovasi dengan kinerja, Desphandhe et al (1993) dan Slater dan Narver (1995), Han, Kim & Srivasta (1998), Hurley & Hult (1998), Li dan Atuahene-Gima (2001), Zheng Zhou, Kevin. Bennet, Chi Kin. Tse ( 2005), Lee dan Badri (2007) menemukan bahwa daya inovasi mempunyai pengaruh positip terhadap kinerja. 

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Ayda Eraydin and Bilge Armatli-Korogu (2005), ditemukan bahwa inovasi adalah penting bagi kesuksesan pertumbuhan klaster-klaster industri. Demikian halnya dengan studi Kirca, Jayachandran & Bearden (2005) yang mememukan bahwa inovasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja organisasi, namun penelitian ini tidak didukung oleh data empiris. 

Selanjutnya inovasi yang gagal mempunyai implikasi menurunnya daya saing , disisi lain perusahaan menekankan pentingnya inovasi sebagai salah satu alat utama untuk dapat mencapai pertumbuhan keberlanjutan. Inovasi mempunyai peran penting sebagai pengarah daya saing, profitabilitas dan produktivitas ( Porter, 1998) 

Peranan lingkungan 

Lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan kecenderungan-kecenderungan luar yang mempengaruhi organisasi. Lingkungan itu dapat bersifat mendukung perusahaan (munificence), komplek (complexity), dinamis (dynamism), dan penuh persaingan (hostility). Beberapa peneliti telah telah memperlakukan secara berbeda peran lingkungan dalam hubungan orientasi entrepreneur dengan kinerja organisasi. Lingkungan dapat berperan sebagai antesenden dari orientasi entrepreneur. Lingkungan juga dapat sebagai moderator atau langsung mempengaruhi kinerja organisasi. 

Peran lingkungan sebagai antesenden orientasi entrepreneur dapat dilihat dari hasil penelitian Caruna, Ewing dan Ramaseshan (2002) dan penelitian Tan, Luo dan Shenkar (2005). Penelitian yang dilakukan Caruna, Ewing dan Ramaseshan (2002) pada para manajer senior organisasi sektor publik di Australia menghasilkan kesimpulan bahwa lingkungan yang komplek, munificence dan technological turbulence memiliki hubungan positip dengan orientasi entrepreneur pada perusahaan-perusahaan sektor publik. Sedangkan penelitian Tan, Luo dan Shenkar (2005) terhadap para manajer perusahaan negara dan perusahaan daerah di China menghasilkan kesimpulan bahwa pada perusahaan negara dukungan lingkungan (munificence) dan lingkungan yang kompleks berpengaruh negatif terhadap risk-taking. Tapi pada perusahaan-perusahaan swasta yang ada di daerah dukungan dan dinamika lingkungan berpengaruh positip terhadap perilaku inovatif, pengambilan risiko dan mencari peluang, sedangkan kompleksitas lingkungan berpengaruh positip terhadap perilaku inovasi para manajer. 

Penelitian yang menguji pengaruh moderasi lingkungan adalah Jean L. Johnson (1999) dan Voss & Voss (2000). Hasil penelitiannya menyatakan adanya efek yang memperkuat atau memperlemah pengaruh kekuatan adaptabilitas lingkungan terhadap hubungan kausalitas antara aktivitas strategik dengan kinerja perusahaan. 

Whelen dan Hunger (2003) yang menunjukkan adanya hubungan positif antara Peran lingkungan sebagai mediator di tunjukkan oleh penelitian analisis lingkungan dengan kinerja organisasi. Meskipun demikian penelitian yang menyangkut hubungan masing-masing karakteristik lingkungan dengan kinerja bisa menghasilkan hubungan yang berbeda. Studi Keats & Hitst (1988) terdapat hubungan negatif antara dinamika lingkungan dengan kinerja organisasi. 

Penelitian dalam disertasi ini mencoba memfokuskan pada pengembangan orientasi entrepreneur, pengembangan modal sosial, pembelajaran organisasional, dan inovasi dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja organisasi dalam klaster industri furniture kayu di Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam memecahkan berbagai masalah seperti yang diuraikan di atas. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Research Gap Peranan "

Post a Comment