Berita Hangat Hari Ini

Checks and Balances dan Pengaturan Terhadap Lembaga Negara

Dalam studi hukum maupun politik di Barat, lembaga-lembaga negara atau alat-alat perlengkapan negara disebut branches of government, arms of the state, maupun organs of the state. Keberadaan alat-alat perlengkapan negara mencerminkan pemisahan kekuasaan negara yang diatur di dalam konstitusi. 

Istilah "lembaga-lembaga negara" tidak dijumpai dalam UUD 1945. Kenyataan tersebut berbeda dari Konstitusi RIS 1949, yang secara eksplisit menyebut President menteri-menteri, Senat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), dan Dewan Pengawas Keuangan sebagai "alat-alat perlengkapan negara RIS"(Konstitusi RIS 1949 Bab III). UUDS 1950 juga menegaskan bahwa "alat-alat perlengkapan negara" mencakup Presiden dan Wakil Presiden (Wapres), menteri-menteri, DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan (UUDS 1950 Pasal 4) 

Istilah yang digunakan dalam UUD 1945 pra-amandemen adalah "penyelenggara pemerintah negara" (Presiden), "penyelenggara negara" (MPR) atau "badan" (MPR dan DPA) (vide penjelasan UUD 1945 pra amandemen), sedangkan di dalam teks UUD 1945 digunakan istilah "badan negara”(Pasal II Aturan Peralihan). Istilah "lembaga-lembaga negara" dikukuhkan penggunaannya dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1966 (lihat TAP MPR No. VI/MPR/1976 dan TAP MPR No. III/MPR/1978). Lembaga-lembaga negara yang dimaksud adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Presiden, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Mahkamah Agung (MA). Sekarang, pasca-amandement dijumpai istilah "alat Negara" untuk TNI dan POLRI (vide Pasal 30 ayat (3) dan ayat (4) UUD RI), sedangkan istilah "lembaga negara" dijumpai di dua tempat tanpa kejelasan maksud (vide Pasal 24-c ayat (1) dan Pasal I Aturan Peralihan UUD RI). 

Pada prinsipnya pemisahan dan perimbangan kekuasaan negara tercermin dalam keberadaan lembaga-lembaga negara. Tapi praktik negara-negara moderen telah memodifikasi dan merevisi teori-teori pemisahan kekuasaan negara yang konvensional, seperti trias politica. Indonesia pasca-amandemen UUD 1945 (tahun 1999 -2002) juga mengalami perubahan yang mendasar ini. 

Dapat dikatakan bahwa reformasi politik yang berlangsung sejak 1998 dan diikuti dengan amandemen UUD 1945 telah menghasilkan reformulasi checks and balances (perumusan kembali pola hubungan antar-lembaga negara). Hal ini terkait dengan redistribusi kekuasaan dan restrukturisasi lembaga-lembaga negara. 

Jika terjadi sengketa antar-lembaga negara (di tingkat pusat, atau antara pusat dan daerah, atau antar-lembaga daerah), bukan MPR atau MA yang menyelesaikannya melainkan MK. Terdapat dua hal yang belum jelas: (a) apa yang dimaksud dengan "sengketa kewenangan konstitusional" tersebut; (b) bagaimana prosedur tersebut hendak ditempuh. Di sisi lain, soal kesesuaian Perda dengan undang-undang diuji oleh MA. 

Anatomi pemisahan kekuasaan dan restrukturisasi lembaga negara pasca-amandemen UUD 1945, secara horizontal, terdiri atas: parlemen bikameral yang asimetrik (DPR dan DPD); eksekutif yang dipimpin oleh Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat; kekuasaan legislatif yang melibatkan tiga lembaga (Presiden, DPR dan DPD) namun didominasi oleh DPR dan Presiden; kekuasaan kehakiman (judicial powers) yang tidak lagi monolitik (karena ada Mahkamah Konstitusi); lembaga audit keuangan negara (BPK) didampingi bank sentral yang independen KPKPN, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi; serta berbagai state auxiliaries (seperti Komisi Yudisial dan Komisi Pemilihan Umum). Tampak pula kedudukan dan peran DPR yang mengemuka. Dapat dikatakan, amandemen UUD 1945 telah menghasilkan konstitusi dan struktur kenegaraan yang bersifat DPR-legislative heavy dan bukan lagi "MPR heavy." 


D. Penutup 

Ada benang merah yang menghubungkan konsep konstitusionalisme, pemisahan kekuasaan, dan checks and balances system. Ketiga konsep tersebut memiliki keterkaitan yang saling mendukung satu sama lainnya. Konsep kostitusionalisme membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara. Pembatasan kekuasaan itu mencakup dua hal: isi kekuasaan dan waktu pelaksanaan kekuasaan. Pembatasan isi kekuasaan mengandung arti bahwa dalam konstitusi ditentukan tugas serta wewenang lembaga-lembaga negara. 

Konsep separation of power merupakan lanjutan dari konsep konstitusionalisme yang menghendaki adanya pemisahan atas cabang-cabang kekuasaan. Kekuasaan yang dipecah dalam cabang-cabang kekuasaan ditujukan agar suatu cabang kekuasaan tidak menjadi dominan terhadap cabang kekuasaan yang lainnya. Kesetaraan hubungan antar cabang-cabang kekuasaan tersebut diatur melalui mekanisme checks and balances system. 

Penerapan separation of power dan mekanisme checks and balances system terkait dengan redistribusi kekuasaan dan restrukturisasi lembaga-lembaga negara. Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 tidak menyebutkan secara tegas mengenai definisi lembaga negara, namun di satu sisi dalam Pasal 24C Undang-undang Dasar 1945 ayat (1) menyebutkan mengenai kewenangan Makamah Konstitusi dalam memutus sengketa kewenangan lembaga negara. Ketidakjelasan konsep mengenai lembaga negara ini perlu untuk ditangani lebih lanjut. Alternatif solusi yang dapat ditempuh guna mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan membentuk undang-undang mengenai lembaga negara. Alternatif lainnya adalah dengan melakukan pengaturan ulang mengenai lembaga negara, dengan demikian Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 harus diamandemenkan kembali. Namun alternatif terakhir ini membutuhkan waktu yang tidak pendek serta biaya yang besar. Alternatif pertama yaitu dengan melakukan pengaturan terhadap lembaga negara melalui pembentukan undang-undang dirasakan lebih rasional dan ekonomis mengingat betapa pentingnya pengaturan mengenai lembaga negara saat ini. 


E. Daftar Pustaka 



1. Buku: 

Adnan Buyung Nasution, 1995, Pemerintahan Konstitusionalisme, Sinar Grafika Jakarta 

C.F. Strong, 1966, Modern Political Constitutions, The English Language Book Society and Sidgwick & Jackson Limited London 

KC. Wheare, 1966, Modern Constitutions, Oxford University Press 

Sekretariat Jendral MPR RI, 2002, Bahan Penjelasan Dalam Memasyarakatkan Undang-undang Ddasar Negara Republik Indonesia 

Sri Soemantri Martosoewingyo, 1987, Persepsi Terhadap Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi Dalam Batang Tubuh Undang-undang Dasar 1945, Penerbit Alumni Bandung 



2. Makalah 



Henkin, Louis. , 2000, "Elements of Constitutionalism." Unpublished Manuscript 

Jimly Ashsiddiqie, 2 Oktober 2000, Otonomi Daerah dan Parlemen di Daerah, Disampaikan dalam Lokakarya tentang Peraturan Daerah dan Budget Bagi Anggota DPRD 



3. Peraturan Perundang-undangan 

Ketetapan MPR No. III/MPR/1976 

Ketetapan MPR No. VI/MPR/1978 

Undang-undang Dasar 1945 

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Checks and Balances dan Pengaturan Terhadap Lembaga Negara "

Post a Comment