Berita Hangat Hari Ini

Apa Kewenangan KPK

Kewenangan KPK dalam menangani kasus BLBI dipertanyakan, bahkan oleh Antasari Azhar selaku mantan Ketua KPK itu sendiri. Menurut hemat penulis, dengan terungkapnya kasus penyuapan jaksa Urip dalam penanganan kasus Sjamsul Nursalim (BDNI) dapat meretas jalan bagi KPK untuk melanjutkan penanganan kasus BLBI. Memang, hal ini merupakan tugas yang tidak ringan buat KPK. Apalagi, terdapat ketentuan dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang tidak memberlakukan azas retroaktif dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi oleh KPK. Akan tetapi, kasus BLBI sudah merusak sendi-sendi keadilan dalam masyarakat sehingga sudah seharusnya jika ada “political will” yang kuat dari KPK, Presiden, Kejaksaan Agung, dan DPR untuk mengusut tuntas kasus tersebut. 

Laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan pada tahun 2000 menyebutkan adanya penyimpangan penyaluran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 138,4 triliun dari total dana Rp 144,5 triliun. Di samping itu, disebutkan adanya peyelewengan penyalahgunaan dana BLBI yang diterima 48 bank sebesar Rp 80,4 triliun. Mantan Gubernur Bank Indonesia, Soedrajad Djiwandono, dianggap bertanggung jawab dalam pengucuran BLBI. Tersangka dari BI adalah para direkturnya, Hedrobudiyanto, Paul Sutopo dan Heru Soepraptomo dan masing-masing telah divonis tiga tahun, dua setengah tahun, dan tiga tahun. Dari pihak BLBI, ada beberapa debitur yang diproses secara hukum, di antaranya Sjamsul Nursalim (BDNI) yang kasusnya telah dihentikan oleh pihak Kejaksaan Agung dengan alasan tidak cukup bukti adanya perbuatan korupsi. 

Meskipun penghentian penyidikan atas kasus Sjamsul Nursalim oleh Kejaksaan Agung tidak serta merta dapat diterima oleh masyarakat dan menyisakan pertanyaan besar yang belum terjawab, kita tiba-tiba dikejutkan oleh kasus jaksa Urip yang tertangkap tangan oleh KPK atas dugaan menerima suap. Hal ini tentu saja semakin memojokkan posisi Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus tersebut yang dianggap tidak tuntas dan tidak bersih. 

Penulis mencermati bahwa dari awal, sebenarnya keinginan pihak Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi yang ditanganinya patut mendapat acungan jempol. Bahkan, mantan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh pun terkesan tidak mau melepaskan penanganan kasus BLBI yang akan diambil alih oleh KPK. Hal ini terungkap dalam pemberitaan di harian Suara Karya, 10 Maret 2006 : ”Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh (Arman) berubah sikap. Dia menyatakan keberatan jika kasus-kasus korupsi yang terkatung-katung di kejaksaan diambil-alih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)”. Padahal, (Rabu, 8 Maret 2006), dia mengaku tidak bermasalah dengan perintah Presiden Susilo Bambang Yudhono itu. "Kasus-kasus korupsi yang sudah ditangani kejaksaan sebaiknya tidak dialihkan ke KPK," ujar Arman kepada wartawan saat rehat rapat koordinator menteri-menteri di lingkungan Polhukam dengan tim Pemantau Kasus Poso, di Gedung DPR-RI, Jakarta. 

Di lain pihak, KPK sendiri juga terlihat tidak terlalu bernafsu untuk mengambil alih penanganan kasus korupsi yang terkatung-katung di Kejaksaan Agung. Padahal, KPK sendiri sudah menegaskan akan mengambil alih kasus-kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung dan Polri bila penanganan itu berlarut-larut. Hal itu disampaikan Ketua KPK yang pada saat itu dijabat oleh Taufiqurahman Ruki seusai menandatangani Keputusan Bersama antara KPK dan Jaksa Agung tentang kerja sama dalam rangka pemberantasan dan tindakan korupsi, di Jakarta. Acara tersebut dihadiri antara lain oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Taufiq Effendi, Ketua BPK Anwar Nasution, dan Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan. “KPK mempunyai tugas supervisi dan KPK akan ambil alih bila jaksa atau polisi berlarut-larut dalam menangani kasus korupsi. Memang agak susah kalau tindak pidana korupsi dengan bukti lengkap tetapi lama ditangani,” demikian kata Ruki. (Kompas, 7/12/05). Jadi, kalau MOU antara KPK dan Jaksa Agung tidak dapat memberikan dampak apa-apa dalam penanganan kasus-kasus tersebut (termasuk kasus BLBI), tentu saja harus dicari terobosan lain untuk penuntasan kasus BLBI. 

Penuntasan Kasus Urip dan Political Will Penuntasan Kasus BLBI 

Pada saat Pimpinan KPK diketuai oleh Antasari Azhar tampak ”kurang bersemangat” untuk mengambil alih penanganan kasus BLBI. Hal ini direpresentasikan dalam pernyataan Antasari Azhar : ”Mengenai dorongan untuk mengambil alih kasus BLBI, Antasari mengatakan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak memungkinkan KPK untuk menangani perkara BLBI karena perkara tersebut terjadi sebelum UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi disahkan. Tapi, kalau kemauan rakyat, kami tidak bisa menolak. Silakan kepada parlemen untuk mengamandemen khusus bagian itu,” kata Antasari.” (Kompas, 12/3/2008). 

Mencermati statemen Antasari Azhar tersebut, menjadi pertanyaan buat kita, apakah mekanismenya harus serumit itu. Tampaknya ada ketentuan hukum yang dilupakan oleh Ketua KPK, yaitu pada Pasal 8 dan Pasal 9 UU 30/2002 tentang kewenangan KPK untuk mengambil alih penanganan kasus korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan. Penulis sependapat dengan Saldi Isra yang menyatakan bahwa KPK dapat mengambil alih penanganan kasus BLBI dengan dalih pasal 8 dan 9 UU 30/2002 (Kompas, 12/3/2008). Akan tetapi, melengkapi pendapat Sadli Isra, menurut hemat penulis, cara yang paling jitu yang dapat digunakan untuk mengambil alih penanganan kasus BLBI oleh KPK adalah pasal 9 huruf d, pengambilalihan penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh KPK dengan alasan ”penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi”. Jadi, dugaan kasus penyuapan jaksa Urip harus ditangani secara jujur, transparan, dan tanpa tedeng aling-aling sehingga KPK dapat membuktikan unsur-unsur tindak pidana korupsinya. Jika KPK tidak mampu membuktikan dugaan korupsi pada kasus Urip, maka harapan kita agar KPK menuntaskan penanganan kasus BLBI akan tetap menjadi harapan belaka. Akan tetapi, jika KPK mampu membuktikan dugaan penyuapan pada jaksa Urip menjadi kasus korupsi, terbukalah pintu bagi KPK untuk menuntaskan penanganan kasus BLBI. Kenyataannya, jaksa Urip sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor dalam kasus tersebut, sehingga cukup alasan bagi KPK untuk menuntaskan kasus BLBI. 

Tentunya, KPK juga harus didukung oleh semua pihak, antara lain oleh Kejaksaan Agung, Presiden, dan DPR sebagai representasi rakyat Indonesia. Sayangnya, jajaran pimpinan KPK jilid III yang diketuai oleh Abraham Samad belum memperlihatkan tanda-tanda untuk mengusut secara tuntas kasus BLBI tersebut. Tentunya ini merupakan salah satu pekerjaan rumah bagi KPK dan menjadi kewajiban kita semua untuk mengingatkan KPK. Jadi, kita jangan sampai terbuai oleh janji penyelesaian kasus Bank Century di tahun 2013 ini. Akan tetapi, kita juga patut mempertanyakan keseriusan KPK untuk menangani kasus BLBI. Ayo KPK, kami menunggu hasil kerjamu. Buktikan kepada masyarakat bahwa sudah saatnya korupsi di bumi pertiwi diberantas tuntas sampai ke akar-akarnya dan KPK ada untuk misi yang mulia ini. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Apa Kewenangan KPK"

Post a Comment