Manfaat Ekuitas Merek .Berdasarkan pendapat Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004,p6), ekuitas merek merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri di mata pelanggan, antara lain:
Aset yang dikandung dapat membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut.
Mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan.
Mempertinggi tingkat kepuasan konsumen.
Sedangkan, bagi perusahaan manfaat dari ekuitas merek adalah:
Mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama.
Ekuitas merek yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas produk.
Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi.
Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menerapkan harga premium (premium price), dan mengurangi ketergantungan pada promosi sehingga dapat diperoleh laba yang lebih tinggi.
Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lain atau menciptakan bidang bisnis baru terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki ekuitas merek tersebut.
Aset-aset ekuitas merek lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing.
Disadari atau tidak, ekuitas merek menempati posisi yang penting bagi tercapainya tujuan perusahaan. Dengan demikian, perusahaan yang ingin tetap bertahan dan selangkah lebih maju dari pesaingnya perlu mengetahui kondisi ekuitas merek produknya.
Elemen-elemen Ekuitas Merek
Berdasarkan pendapat Aaker (2001,p7-9), elemen-elemen ekuitas merek terbagi atas
Brand Awareness, Brand Association, Perceived Quality, dan Brand Loyalty.
a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Menurut Durianto, Sugiarto, dan Budiman (2004,p6), kesadaran (Awareness) adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Atau dengan kata lain, awareness menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi, jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.
Sebuah merek dengan kesadaran konsumen yang tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor (Durianto, Sugiarto, dan Budiman, 2004,p8), antara lain:
• Diiklankan secara luas.
• Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu.
• Jangkauan distribusi yang luas.
• Merek tersebut dikelola dengan baik.
Pada umumnya konsumen cenderung membeli produk dengan merek yang sudah dikenalnya atas dasar pertimbangan kenyamanan, keamanan, dan lain-lain. Bagaimanapun juga, merek yang sudah mereka kenal menghindarkan mereka dari risiko pemakaian karena asumsi mereka adalah bahwa merek yang sudah dikenal dapat diandalkan.
Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai, antara lain:
• Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain
Jika kesadaran suatu merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.
• Familier/ rasa suka
Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek kita, dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka terhadap merek yang kita pasarkan.
• Substansi/ komitmen
Kesadaran merek menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi, jika kesadaran atas merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan.
• Mempertimbangkan merek
Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen.
Tingkat kesadaran konsumen terhadap merek dapat diukur melalui piramida kesadaran merek.
2) Brand Recognition (Pengenalan Merek) adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).
3) Brand Recall (Pengingatan Kembali Terhadap Merek) adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided recall).
4) Top of Mind (Puncak Pikiran) adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.
b. Asosiasi Merek (Brand Association)
Suatu asosiasi mampu memberikan landasan yang penting bagi konsumen untuk menciptakan perasaan positif atas nilai dan pengalaman yang dirasakan sehingga perasaan positif inilah yang membuat konsumen membeli dan menggunakan merek tersebut.
Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004,p69), asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan oleh kaitan-kaitan lain.
Menurut Simamora (2001,p82), asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan tentang merek dalam ingatan. Asosiasi tidak hanya eksis, tetapi juga mempunyai tingkat kekuatan. Keterkaitan asosiasi dengan merek akan lebih kuat jika dilandaskan pada banyak pengalaman. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai, sehingga membentuk brand image di benak konsumen. Singkatnya, brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk pada benak konsumen.
Agar konsumen memiliki asosiasi sesuai dengan atribut produk atau sesuai dengan asosiasi yang diharapkan, maka asosiasi merek tidak hanya harus baik tapi juga unik dan tidak dimiliki oleh merek pesaing. Dengan keunikan tersebut, suatu asosiasi dapat diarahkan kepada satu merek saja. Semakin banyak pengetahuan konsumen terhadap produk serta mengaitkannya pada atribut produk yang sudah ada, maka semakin kuat asosiasi terhadap merek (Simamora, 2001,p91).
c. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004,p96), persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap kualitas suatu merek produk. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk dapat menentukan nilai dari produk tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek.
Persepsi kualitas yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan
menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Sebaliknya, jika persepsi kualitas pelanggan negatif, produk tidak akan diminati dan tak akan bertahan lama di pasar.
Menurut Aaker (2001,p124), persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan.
Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti:
• Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality)
Perluasan ke suatu bagian dari barang atau jasa yang memberikan pelayanan lebih baik.
• Kualitas isi produk (product-based quality)
Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan.
• Kualitas proses manufaktur (manufacturing quality)
Kesesuaian dengan spesifikasi; hasil akhir yang “tanpa cacat” (zero defect). d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Berdasarkan pendapat Tunggal (2005,p22), loyalitas merek adalah apabila para pelanggan memiliki perasaan positif terhadap suatu merek dan mereka menggunakan produk merek tersebut secara teratur; hasil yang diharapkan bila suatu merek menentukan suatu prioritas untuk dianggap pertama dan terutama sebagai seorang “teman” bagi para pelanggan.
Loyalitas merupakan indikator ekuitas merek yang berkaitan dengan penjualan dan
laba masa depan. Dengan loyalitas, sebuah perusahaan sudah memiliki pasar yang sudah dipegang. Menurut Simamora (2001,p70), loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek selain menjadi gagasan sentral dalam pemasaran. Loyalitas merupakan ukuran kedekatan konsumen pada sebuah merek. Bila loyalitas merek meningkat, kerentanan kelompok konsumen terhadap serangan pesaing dapat dikurangi.
Menurut pendapat Simamora (2001,p72), loyalitas merek merupakan aset strategis jika dikelola dengan benar. Loyalitas yang tinggi memberikan nilai positif bagi perusahaan yaitu mengurangi biaya pemasaran, meningkatkan perdagangan, menarik minat para konsumen baru, dan memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan.
Oleh karena merupakan bagian penting dari ekuitas merek, maka perusahaan harus berusaha terus-menerus untuk meningkatkan dan mempertahankan loyalitas konsumen terhadap mereknya. Menurut Simamora (2001,p73), untuk dapat memelihara dan meningkatkan loyalitas perusahaan harus menghargai hak konsumen sehingga apa yangdiharapkan konsumen terpenuhi, merasa puas, dan merasa tetap dekat dengan mereknya.
Menurut pendapat Tunggal (2005,p103), loyalitas merek dari pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategik jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar, serta mempunyai potensi untuk memberi nilai dalam:
• Mengurangi biaya pemasaran
• Peningkatan perdagangan
• Memikat para pelanggan baru
• Meyakinkan kembali (reassurance)
Menurut Simamora (2001,p71), tingkat loyalitas konsumen bisa dikategorikan dalam sebuah piramida. Adapun piramida tersebut adalah sebagai berikut:
Dari piramida di atas secara berurutan dari tingkat paling rendah ke tingkat paling tinggi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Switcher (Pembeli yang berpindah-pindah) adalah pembeli yang sama sekali tidak loyal. Pembeli tidak mau terpikat pada merek apapun. Merek memainkan peran kecil dalam keputusan pembelian mereka.
2) Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan) adalah para pembeli yang puas
dengan produk atau setidaknya mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Pada tipe ini pembeli memilih merek karena faktor kebiasaan.
3) Satisfied Buyer with Switching Cost (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
adalah orang-orang yang puas namun mereka memikul biaya peralihan, seperti biaya waktu, uang, atau risiko pemakaian berkenaan dengan peralihan.
4) Liking the Brand (Menyukai merek) adalah konsumen yang sungguh-sungguh
menyukai merek. Preferensi mereka dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan perceived quality yang tinggi.
5) Commited Buyer (Konsumen yang komit) adalah konsumen yang mempunyai
kebanggaan dalam menemukan atau menggunakan merek. Merek sangat penting bagi mereka, baik karena fungsi operasional maupun fungsi emosional dalam mengekspresikan jati diri pembeli.
Menurut Tunggal (2005,p104), cara-cara untuk menciptakan dan memelihara loyalitas
merek, antara lain:
• Memperlakukan pelanggan dengan layak
• Menjalin kedekatan dengan pelanggan
• Mengelola kepuasan pelanggan
• Memberikan ekstra yang tidak terjangkau oleh para pesaing
• Menciptakan biaya peralihan (switching cost)
0 Response to "Manfaat Ekuitas Merek "
Post a Comment