IV.1 Intervensi untuk Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
Dengan intervensi yang baik maka
risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 25 hingga 45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%.
Menurut estimasi Depkes, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang
melahirkan di Indonesia. Berarti, jika tidak ada intervensi diperkirakan akan
lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif setiap tahunnya di Indonesia.
Intervensi tersebut
meliputi 4 konsep dasar: (1) Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV
positif, (2) Menurunkan viral load serendah-rendahnya, (3) Meminimalkan paparan
janin/bayi terhadap darah dan cairan tubuh ibu HIV positif, dan (4)
Mengoptimalkan kesehatan dari ibu dengan HIV positif.1,2
1.
Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV
positif
Secara
bermakna penularan infeksi virus ke neonatus dan bayi terjadi trans plasenta
dan Intra partum. Terdapat perbedaan variasi risiko penularan dari ibu ke bayi
selama Kehamilan dan Laktasi, tergantung sifat infeksi terhadap ibu :
Infeksi primer ( HSV/ Herpes Simpleks Virus, HIV1), Infeksi Sekunder/
Reaktivasi (HSV, CMV/ Cyto Megalo Virus), atau Infeksi Kronis (Hepatitis B,
HIV1, HTLV-I).1,2
Mengingat
adanya kemungkinan transmisi vertikal dan adanya kerentanan tubuh selama proses
kehamilan, maka pada dasarnya perempuan dengan HIV positif tidak dianjurkan
untuk hamil. Dengan alasan hak asasi manusia, perempuan Odha dapat memberikan
keputusan untuk hamil setelah melalui proses konseling, pengobatan dan
pemantauan. Pertimbangan untuk mengijinkan Odha hamil antara lain: apabila daya
tahan tubuh cukup baik (CD4 di atas 500), kadar virus (viral load) minimal/ tidak terdeteksi (kurang dari 1.000 kopi/ml),
dan menggunakan ARV secara teratur 5.1,2
2.
Menurunkan viral load/ kadar virus
serendah-rendahnya
Obat
antiretroviral (ARV) yang ada sampai saat ini baru berfungsi untuk menghambat
multiplikasi virus, belum menghilangkan secara total keberadaan virus dalam
tubuh Odha. Walaupun demikian, ARV merupakan pilihan utama dalam upaya
pengendalian penyakit guna menurunkan kadar virus.1,2
3.
Meminimalkan paparan janin dan bayi
terhadap cairan tubuh ibu
Persalinan
dengan seksio sesarea berencana (elective) sebelum
saat persalinan tiba merupakan pilihan pada Odha. Pada saat persalinan
pervaginam, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Bayi mungkin
juga terinfeksi karena menelan darah atau lendir jalan lahir tersebut (secara
tidak sengaja pada saat resusitasi). Beberapa hasil penelitian menyimpulkan
bahwa seksio sesarea akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi
sebesar 50-66% .
Apabila
seksio sesarea tidak bisa dilaksanakan, maka dianjurkan untuk tidak melakukan
tindakan invasif yang memungkinkan perlukaan pada bayi (pemakaian elektrode
pada kepala janin, ekstraksi forseps, ekstraksi vakum) dan perlukaan pada ibu
(episiotomi).
HIV
teridentifikasi ada dalam kolustrum dan ASI, menyebabkan infeksi kronis yang
serius pada bayi dan anak. Oleh karenanya ibu hamil HIV positif perlu mendapat
konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menggunakan susu formula ataupun
ASI eksklusif. Untuk mengurangi risiko penularan, ibu HIV positif bisa
memberikan susu formula kepada bayinya. Risiko penularan HIV melalui pemberian
ASI akan bertambah jika terdapat permasalahan pada payudara (mastitis, abses,
lecet/luka puting susu). Oleh karenanya diperlukan konseling kepada ibu tentang
cara menyusui yang baik.1,2
4.
Mengoptimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif
Melalui pemeriksaan
ANC secara teratur dilakukan pemantauan kehamilan dan keadaan janin. Roboransia
diberikan untuk suplemen peningkatan kebutuhan mikronutrien. Pola hidup sehat
antara lain: cukup nutrisi, cukup istirahat, cukup olah raga, tidak merokok,
tidak minum alkohol juga perlu diterapkan. Penggunaan kondom tetap diwajibkan
untuk menghindari kemungkinan superinfeksi bila pasangan juga Odha, atau
mencegah penularan bila pasangan bukan Odha.1,2
IV.2
Strategi
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi 1,2
Menurut WHO terdapat 4 (empat) upaya
yang perlu untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, meliputi:
1. Mencegah
terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi
2. Mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif
3.
Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV
positif ke bayi yang dikandungnya. Bentuk intervensi berupa:
Ø
Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif
Ø
Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela (VCT)
Ø
Pemberian obat antiretrovirus (ARV)
Ø
Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian
makanan bayi
Ø
Persalinan yang aman.
4.
Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan
kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.
IV.3 Pemberian obat Antiretrovirus sebagai pencegahan penularan ibu ke
bayinya.
Perempuan dengan CD4 >250/mm3
memiliki resiko untuk terjadinya hipersensitif terhadap NVP lebih tinggi dengan
toksisitas hati yang mungkin fatal. Hal tersebut berlaku pada perempuan yang
hamil maupun yang sedang tidak hamil
Tabel 1 :
Rekomendasi untuk memulai Terapi ARV pada
perempuan hamil menurut stadium klinis dan ketersediaan penanda imunologis
(menurut WHO 2006)17,18
Stadium klinis menurut WHO
|
Bila tidak tersedia tes CD4
|
Bila tersedia tes CD 4
|
1
|
Tidak
diobati untuk kepentingan ibu saat ini(rekomendasi tingkat A-III)
|
Obati jika
hitung sel CD 4 < 200 sel/mm3 (rekomendasi tingkat A-III)
|
2
|
Tidak
diobati (rekomendasi tingkat A-III)
|
|
3
|
Obati
(rekomendasi tingkat A-III)
|
Obati jika
hitung sel CD 4< 350 sel/mm3
(rekomendasi tingkat A-III)
|
4
|
Obati (rekomendasi
tingkat A-III)
|
Obati
tanpa memperhatikan hitung CD 4 ((rekomendasi tingkat A-III)
|
Tabel 2 :
Pemberian obat antiretroviral dalam program PMTCT ditujukan pada situasi klinik
No.
|
Situasi
Klinis
|
Rekomendasi
Pengobatan (Rejimen untuk Ibu)
|
1
|
Odha dengan indikasi ART dan kemungkinan hamil atau sedang hamil
|
·
AZT (d4T) + 3TC + NVP (hindari EFV)
·
Hindari EFV pada trimester
pertama
·
Jika mungkin hindari ARV sesudah trimester
pertama
|
2
|
Odha sedang menggunakan ART dan kemudian hamil
|
·
Lanjutkan rejimen (ganti
dengan NVP atau golongan PI jika sedang menggunakan EFV pad atrimester I)
·
Lanjutkan dgn ARV yg sama
selama dan sesudah persalinan
|
3
|
Odha hamil dan belum ada indikasi ART
|
AZT mulai 28 minggu +
NVP dosis tunggal pada awal persalinan
Alternatif
·
Hanya AZT mulai 28 minggu
·
AZT + 3TC mulai 36
minggu, selama persalinan, 1 minggu
sesudah persalinan
·
NVP dosis tunggal pada
awal persalinan
|
4
|
Odha hamil dengan indikasi ART, tetapi belum menggunakan ARV
|
AZT mulai 28 minggu + NVP
dosis tunggal pada awal persalinan
Alternatif
·
Hanya AZT mulai 28 minggu
·
AZT + 3TC mulai 36 minggu,
selama persalinan, 1 minggu sesudah
persalinan
·
NVP dosis tunggal pada
awal persalinan
|
5
|
Odha hamil dengan tuberkulosis
aktif
|
OAT yg sesuai tetap diberikan
Rejimen untuk ibu
Bila pengobatan mulai
trimester III:
·
AZT (d4T) + 3TC + EFV
·
Bila belum akan menggunakan
ARV:
disesuaikan
dengan skenario 3
|
6
|
Bumil dalam masa persalinan dan tidak diketahui
status HIV
|
Tawarkan konseling dan testing dalam masa persalinan; atau konseling dan
testing setelah persalinan (ikuti skenario 8)
Jika hasil tes positif maka
dapat diberikan :
·
NVP dosis tunggal
·
Bila persalinan sudah terjadi
maka ikuti skenario 8; atau
·
AZT + 3TC pada saat
persalinan dilanjutkan 1 minggu setelah persalinan
·
|
7
|
Odha datang pada masa persalinan dan belum mendapat ART
|
·
NVP dosis tunggal ditambah
·
AZT + 3TC pada saat
persalinan dilanjutkan 1 minggu setelah persalinan
|
IV.4 Persalinan yang aman
Tujuan persalinan yang aman bagi ibu dengan HIV
adalah :
- Tidak terjadi penularan HIV :
o ke janin/bayi
o ke tim penolong (medis dan non medis)
o ke pasien lainnya
- Kondisi ibu baik sesudah melahirkan
- Efektif dan efisien
Sebagian besar penularan HIV dari ibu ke bayi
terjadi pada saat persalinan. Hal ini terjadi akibat :
- Tekanan pada plasenta meningkat menyebabkan
terjadinya sedikit percampuran antara darah ibu dan darah bayi.
- Lebih sering terjadi jika plasenta meradang
atau terinfeksi.
- Bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan
lahir.
- Bayi mungkin juga terinfeksi karena menelan
darah ataupun lendir ibu.
IV.5 Pilihan asupan bagi bayi yang lahir dari ibu
dengan HIV positif.
1. Ibu
dengan status HIV negatif atau status HIV tak diketahui
·
ASI eksklusif untuk usia 6
bulan pertama
·
Makanan padat yang aman,
sesuai, dan ASI diteruskan hingga 2 tahun.
·
Dorong ibu untuk relaktasi bila
ibu belum menyusui.
2. Ibu
dengan status HIV positif
·
Tersedia pengganti ASI yang
memenuhi syarat AFASS (affordable,
feasible, acceptable, sustainable, safe).
·
Bila kondisi AFASS tidak
terpenuhi, maka dapat dipertimbangkan pemberian ASI eksklusif yang jangka
pemberiannya singkat atau alternatif ASI lainnya, yaitu:
o Pasteurisasi/memanaskan ASI perah ibu.
o Mencari Ibu Susu (perempuan lain untuk menyusui
bayinya) yang telah dibuktikan HIV negatif.
Pemberian
ASI bagi bayi dari ibu dengan HIV positif . Ibu dengan HIV positif dapat
memilih menyusui bayinya bila:
·
Pengganti ASI tidak dapat
memenuhi syarat AFASS.
·
Kondisi sosial ekonominya tidak
memungkinkan untuk mencari Ibu Susu atau memanaskan ASI perahnya sendiri.
·
Memahami teknik menyusui yang
benar untuk menghindarkan peradangan payudara (mastitis) dan lecet pada puting
yang dapat mempertinggi resiko bayi tertular HIV.
Cara Menyusui yang dianggap aman :
·
ASI eksklusif selama 6 bulan
pertama atau hingga tercapainya AFASS.
·
Jangka waktu laktasi singkat –
6 bulan dengan penghentian cepat
·
Safe sex practices selama laktasi untuk mencegah infeksi atau
re-infeksi
·
Manajemen laktasi yang baik (pelekatan dan posisi menyusui yang benar
serta semau bayi/tidak dijadwal) untuk mencegah mastitis. Usahakan
proses menyusui sedini mungkin begitu bayi lahir untuk mencegah teknik
pelekatan yang salah sehingga puting ibu lecet.
·
Hanya bagi ibu dengan hitung
CD4 tinggi
·
Ibu tidak boleh menyusui bila
terdapat luka/lecet pada puting, karena akan menyebabkan HIV masuk ke tubuh
bayi. .
Teknik menyusui yang benar, ibu harus diajarkan teknik menyusui yang benar untuk
menghindarkan terjadinya mastitis dan lecet pada payudara. Teknik menyusui
terdiri dari posisi menyusui, dan cara pelekatan bayi pada payudara. Untuk menghindari lecet puting, dianjurkan
menggunakan pelindung putting (nipple
shield). Posisi Menyusuin yang
benar sebagai berikut ini:
- Kepala
dan badan bayi berada dalam satu garis lurus.
- Wajah
bayi harus menghadap payudara dengan hidung berhadapan dengan puting.
- Ibu
harus memeluk badan bayi dekat dengan badannya.
- Jika
bayi baru lahir, ibu harus menyangga seluruh badan bayi - bukan hanya
kepala dan bahu.
0 Response to "Upaya Pencegahan Penularan dari ibu ke Bayinya."
Post a Comment