Mekanisme penularan HIV dari ibu ke bayi
Penularan HIV dari ibu ke
bayi memiliki resiko sebesar 15-35%. Terendah dilaporkan di Eropa dan tertinggi
di Afrika. Sebuah lembaga International telah mengembangkan standard metode
perhitungan rerata angka penularan secara vertical berdasarkan studi prenatal,
prosedur pemantauan, criteria diagnosis dan definisi kasus. Hal-hal tersebut
lebih mempengaruhi terjadinya penularan disbanding area geografi yang telah
dilaporkan. Angka penularan kemungkinan lebih mencerminkan faktor resiko dari ibu
ke bayi pada beberapa kelompok dan dapat berubah dengan waktu.3,4,5
A. Faktor virus
1. Karakteristik virus.
Penularan infeksi HIV dari ibu ke
bayi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor utama yang penting adalah jumlah
virus (viral load). Adanya faktor
antigen p24 secara konsisten mempunyai hubungan terhadap meningkatnya penularan
(meningkat 2-3 kali dibanding wanita tidak hamil 4). Beberapa studi
berdasarkan data bayi yang terinfeksi dari ibunya menunjukkan tingginya jumlah
kuman (viral load) yang dihitung dengan
teknik kultur kuantitatif, dan menganalisa plasma RNA dengan polymerase chain reaction (PCR) atau
berdasarkan nomer kode DNA, semuanya berhubungan dengan tingginya penularan.3
Plasma jumlah virus seorang ibu
dengan HIV merupakan prediktor yang kuat sebagai sumber penularan. Peningkatan
jumlah penularan pada wanita dengan infeksi HIV primer muncul ketika plasma
jumlah virus yang aktif berada pada titik tertinggi (peak). Sedikitnya penularan terjadi pada plasma HIV dengan viral load < 1000 copi/mL, tanpa
memperhatikan apakah ibu tersebut sedang atau belum mendapatkan ARV Zidovudine.3,4,12
2. Antibodi Neutralizing
Tingginya kadar antibody neutralizing pada loop V3 menunjukkan hubungan menurunnya resiko penularan, tapi
tidak ada studi yang membandingkan dengan kelompok control. Variabilitas ikatan
antara peptide V3-loop dan antibodi V3, dimana ikatan yang kuat terhadap
antibody V3-loop akan bereaksi melawan epitop secara luas sebagai proteksi
melawan penularan. Studi tentang inmunisasi pasif HIV dapat menjelaskan
mekanisme ini lebih lanjut.3,7
Karakteristik penularan dari Human
Immunodeficiency Virus Type 1 (HIV-1) adalah kemahiran “berpura-pura” bersifat homogen. Yang terpenting adalah mengerti
tentang mekanisme potensial proteksi penularan secara selektif, memberikan
informasi terhadap perkembangan vaksin HIV-1 dan penggunaan mekanisme
pertahanan kedepan dengan regimen antibody
monoclonal. Sejak antibody dari ibu melewati plasenta hingga masuk ke
aliran darah janin, penularan infeksi HIV perinatal memberikan kesempatan yang
unik untuk mempelajari efek profilaksis yang potensial dari an autologous neutralizing antibody (aNAB)
yang dijumpai pada kedua donor ibu dan bayinya. An autologous neutralizing antibody (aNAB) ibu memiliki sifat
pertahanan dan efek selektif pada uterus
terutama pada 18 minggu pertama masa kehamilan dan intrapartum, serta
kedepan dapat menjadi kerangka pikiran untuk pembuatan vaksin HIV dengan
mengevaluasi antibody-mediator imun. 8,9,10,19
3. Infektivitas virus
Perbedaan secara biologi dari retrovirus
menghantar perbedaan pada kemungkinan terjadinya penularan. Human Immunodeficiency virus type 2 (HIV-2) jarang menyebabkan penularan dari
ibu ke bayinya, lebih sering HIV-1. Pada studi kecil mengatakan wanita dengan
multi patner lebih dari 3 kecenderungan untuk menularkan ke bayinya selam masa
kehamilan lebih besar dibanding wanita yang dengan satu pasangan terinfeksi
HIV, ini terkait dengan potensi tertular oleh karena peningkatan viral load pada vagina atau potensial
jenis viral fetotropik dapatan, hal tersebut merupakan informasi yang sangat
sempit.4,7
Fenotipe, perbedaan strain pada
replikasi in vitro, selular tropism dan induksi sinsitium. Terdapat evidence
bahwa strain sinsitium inducing
meningkatkan virulensi. Macrophage-specifik
tropism telah diteliti pada beberapa strain, belum diketahui secara pasti
apakah lebih sering diketemukan pada sekresi cairan genital, air susu ibu atau
plasenta. 4,8,9
B. Faktor Bayi
1. Prematuritas
Beberapa pusat penelitian telah
memaparkan tentang hubungan prematuritas terhadap infeksi HIV. Sebagai contoh
status HIV maternal menjembatani prematuritas kehamilan. Ryder dan teman-teman
pada tahun 1989 di Zaire, menggaris bawahi tentang prematuritas sebsar 13% pada
wanita + HIV dan 3% pada kelompok control. Pengamatan tersebut tidak konsisten
pada Negara berkembang, bayi yang lahir premature lebih beresiko terinfeksi HIV
dibanding bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi HIV. 4,5,6,19
2. Nutrisi Fetus
Terlepas dari status infeksi HIV,
nutrisi prenatal yang buruk dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin dalam
rahim atau intrauterine growth
retandation (IUGR) dengan
perbandingan pertumbuhan yang tidak sesuai dengan umur kehamilan. Semua akan
menyebabkan menurunnya imunitas selular dengan jumlah sel T yang rendah, respon
proliferatif yang buruk, pertumbuhan thymus yang terganggu, meningkatkan
kecenderungan terserang infeksi, dan menetap selama 5 tahun masa pertumbuhan
yang akan terganggu. Direkomendasikan untuk asupan vitamin A, untuk mencegah
perburukan gejala diare yang ada baik pada ibu maupun bayinya.4
3.
Fungsi Pencernaan
Fungsi pencernaan pada
neonatus memegang peranan penting dalam penularan HIV. Sejak infeksi HIV
diperkirakan masuk melalui pencernaan saat kelahiran, oleh karena terpapar
darah yang terinfeksi, sekresi vagina, cairan amnion dan air susu ibu. Pada
system pencernaan bayi memiliki keasaman lambung yang rendah, aktifitas enzyme
pencernaan yang rendah, produksi cairan mukosa yang rendah dan sedikit sekresi
dari immunoglobulin A (Ig A) yang merupakan system kekebalan pada pencernaan
untuk melawan kuman yang masuk. Pada infeksi sekunder akan terjadi diare,
pertumbuhan yang terganggu, dan menunjukkan prekembangan perjalanan
penyakitnya.6
4.
Respon imun neonatus
Sistem kekebalan tubuh
bayi yang baru lahir secara anatomi memiliki defisiensi fungsional, belum
terpapar oleh antigen dari luar dan sering mengalami ketidak mampuan dalam
mengkopi agen mayor infeksi. Merupakan perkembangan immunologi termasuk dalam
menghadapi berbagai virus seperti cytomegalovirus, hepatitis B dan virus herpes
simplek. Ketiga infeksi tersebut bersifat kronik, menjadi karier dalam tubuh
dan dapat menyebabkan penyakit neonates yang fatal. Pada saat system kekebalan
tubuh neonatus tidak matang, menyebabkan system sel T tidakberfungsi dnegan
baik terutama terhadap infeksi HIV, peranan antibody dan system makrofag
rendah. Sistem antibody pada janin bersifat dorman, digantikan oleh system
kekebalan tubuh dari Ig G ibu melalui transplasenta dan sekresi IgA dari air
susu ibu. Rendahnya kadar IgG dan IgA dari ibu dengan kehamilan cenderung
melahirkan premature danjuga antibody neutralizing yang rendah. Yang paling
utama adalah defek selT sehingga
berpengaruh pada fungsi nya sebagai produksi sitokin, respon sel T sitotoksik,
lambatnya system penolakan terhadap se lasing dan tropism terhadap replikasi
virus intraselular. T-helper-1 (TH-1) berperan terhadap respon imun selular,
bila terjadi defisiensi akan terjadi pula defisiensi dari interferon (IFN-y).
terjadi pula defisiensi respon segala tipe sitotoksik termasuk CDS CTL. Oleh
Luzuriaga pada tahun 1991 dikatakan
terdapat defisiensi CDS T-sel pada bayi yang terinfeksi HIV di 1 tahun
pertama kehidupan.7,19
0 Response to "Mekanisme Penularan HIV dari ibu ke Bayi"
Post a Comment