Berita Hangat Hari Ini

KEBUDAYAAN POPULER DI INDONESIA

Dalam bidang busana Muslim ada banyak gaya dan mode. Kalau berjilbab, bisa memakai topi di atas jilbab, bisa memasukkan plastik supaya melindungi kulit dari sinar matahari, dan bisa membeli jilbab yang sudah siap dipakai (misalnya kalau ada elastik dipakai). Pemakaian jilbab ternyata tidak hanya oleh perempuan Muslim yang taat, tetapi juga oleh yang kurang taat. Bahkan ada pelacur yang berjilbab (Powell 2003)! Busana Muslim adalah komoditi yang dibeli, dijual dan dipakai di seluruh Indonesia, terus busana itu bisa dianggap sebagai unsur kebudayaan populer. 



Kebudayaan pop adalah budaya masyarakat biasa. Biasanya, budaya yang resmi atau 'tinggi' (misalnya kalau di Jawa, musik gamelan, wayang dan batik) dianggap sebagai budaya masyarakat. Tetapi, walaupun budaya ini memang budaya masyarakat, budaya ini tidak bisa dinikmati oleh setiap orang dari orang kaya sampai orang miskin. Ini untuk bermacam-macam alasan - misalnya pada masa lalu gamelan hanya dimainkan di dalam kraton. Kebudayaan pop terdiri dari komoditi-komoditi dan pengalaman yang dapat diterima oleh semua masyarakat karena itu tidak memerlukan bahan-bahan yang mahal supaya bisa dinikmati. Oleh karena itu budaya pop tidak dianggap sebagai budaya 'tinggi' tetapi masih dianggap bagian dari budaya. 



Kebudayaan Pop: Oppressi atau Perlawanan? 



Kebudayaan populer bukan tentang apa yang fungsionil atau yang praktis - yang tersebut menutupi aurat di negara-negara tropis tidak logis. Budaya pop itu tentang identitas, kesenangan dan arti-arti (Fiske 1989:1). Kebudayaan pop juga adalah budaya orang-orang bawahan. Oleh karena itu, tanda-tanda terhadap hubungan kekuasaan bisa dilihat. Budaya itu budaya orang-orang bawahan, sambil ada tanda-tanda perlawanan kepada kekuasaan itu (Fiske 1989:4). Kebudayaan populer adalah kontradiksi dan perlawanan kepada sistem kekuasaan terus-menerus. 



Karena negara Indonesia adalah negara yang mengikuti ideologi kapitalisme, setiap komoditi mencerminkan sistem ideologi yang menciptakan komoditi itu. Gaya hidup kapitalisme menjadi gaya hidup yang terutama, dan tidak ada gaya hidup alternatif yang bisa dinikmati (Fiske 1989:14). 



Kalau belajar kebudayaan populer bisa didekati dari tiga segi. Yang pertama, bisa lihat kebudayaan pop memiliki hubungan dengan sistem kekuasaan, yaitu budaya menjadi biasa dan hampir dianggap sebagai budaya resmi atau tradisional. Yang kedua, kebudayaan pop bisa dilihat di dalam keadaan di mana kekuasaan begitu kuat dan terus bisa melawan kekuasaan itu. Tetapi, kalau begini, kebudayaan populer menjadi kebudayaan massa, yaitu cara supaya tindasan masyarakat saja, dan tidak ada unsur perlawanan. Yang ketiga adalah cara yang paling pas untuk belajar kebudayaan populer. Kebudayaan populer terletak di antara sistem kekuasaan, tetapi masih berusaha melawan sistem itu. Masyarakat bisa melawan pengaturan sambil menerima ideologi (yaitu kapitalisme) dan oleh karena itu selalu beradaptasi diri supaya tetap sah. 



Artikel Sian Powell dan Kebudayaan Populer 



Dalam artikel Sian Powell (2003), dia menulis bahwa karena proses popularisasi busana Muslim dan proses westernisasi terjadi bersama-sama di Indonesia, maka mode menjadi unsur berpakaian yang sangat penting, dan pada saat ini kalau berjilbab dianggap sebagai orang yang bermode. Oleh karena itu, ada banyak perempuan di Indonesia yang baru berjilbab. Selanjutnya Sian Powell menjelaskan bahwa jilbab bukan lagi sebagai lambang ibadah, tetapi lambang orang yang bermode saja. Maksudnya, kalau berjilbab, menjadi orang yang berpakaian sesuai dengan mode terakhir. Jilbab tidak punya hubungan dengan ketaatan beragama lagi, karena siapa saja bisa berjilbab dan sebagian besar lebih khawatir bagaimana penampilannya kalau berjilbab daripada nilai ketaatan agamanya. 

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "KEBUDAYAAN POPULER DI INDONESIA"

Post a Comment